Di tengah transformasi digital, sektor perbankan Indonesia semakin memperhatikan penggunaan teknologi kecerdasan buatan (AI) untuk meningkatkan efisiensi operasional dan memberikan layanan yang lebih baik. Menurut Dian Ediana Rae dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sekitar 80% bank menyadari potensi besar dari pembelajaran mesin atau machine learning. Teknologi ini diproyeksikan dapat menghemat biaya operasional dan menambah nilai global hingga US$ 340 miliar. Namun, penerapan AI juga membawa tantangan berupa risiko penyalahgunaan deepfake, kurangnya transparansi algoritma, bias dalam pengambilan keputusan, serta kerentanan terhadap ancaman siber.
Dalam era digitalisasi yang berkembang pesat, khususnya pada musim semi tahun ini, industri perbankan Indonesia mulai memprioritaskan implementasi teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI). Pernyataan ini disampaikan oleh Dian Ediana Rae, seorang pejabat senior dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dalam sebuah acara virtual pada Selasa (29/4). Acara tersebut bertujuan untuk meluncurkan panduan tata kelola AI bagi institusi perbankan nasional.
Dian menjelaskan bahwa sebagian besar lembaga keuangan, tepatnya sekitar delapan dari sepuluh bank, telah menyadari pentingnya integrasi teknologi AI sebagai alat untuk menekan biaya operasional. Proyeksi menunjukkan bahwa pemanfaatan AI dapat menciptakan nilai tambah secara global hingga lebih dari US$ 340 miliar. Meskipun demikian, penerapan AI tidak luput dari berbagai tantangan, seperti potensi penyalahgunaan teknologi, rendahnya transparansi dalam algoritma, adanya bias dalam sistem pengambilan keputusan, serta risiko serangan siber.
Oleh karena itu, OJK telah merilis pedoman komprehensif untuk mendukung transformasi digital di sektor perbankan. Panduan ini menekankan pentingnya pendekatan holistik dalam penerapan AI. Nilai-nilai utama yang menjadi fondasi tata kelola AI antara lain adalah keandalan sistem agar selaras dengan strategi bisnis bank, akuntabilitas penuh atas setiap sistem yang diterapkan, serta pengawasan manusia sebagai elemen mutlak untuk memastikan kepercayaan publik.
Selain itu, ada tiga aspek penting yang harus dikembangkan secara bersamaan dalam tata kelola AI: sumber daya manusia melalui pelatihan intensif, proses yang mencakup kebijakan dan manajemen risiko, serta teknologi yang aman, transparan, dan adaptif terhadap dinamika risiko masa depan.
Dari perspektif jurnalis, penerapan teknologi kecerdasan buatan dalam sektor perbankan menunjukkan langkah maju yang signifikan menuju transformasi digital. Namun, tantangan yang dihadapi tidak boleh diabaikan. Keseimbangan antara inovasi teknologi dan perlindungan etika harus selalu menjadi prioritas. Dengan pendekatan yang terstruktur dan komprehensif, diharapkan sektor perbankan Indonesia dapat memanfaatkan potensi besar AI tanpa mengorbankan integritas dan keamanan sistem. Hal ini juga menjadi contoh bagaimana teknologi modern dapat digunakan untuk meningkatkan efisiensi tanpa menggantikan nilai-nilai fundamental yang telah lama dianut dalam dunia finansial.