Perdebatan terkait pengembalian institusi Polri ke bawah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menjadi isu yang memicu berbagai pendapat di kalangan masyarakat dan pemerintah. Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PKB, Hasbiallah Ilyas, menyampaikan kekhawatirannya bahwa langkah ini dapat membuat Polri rentan sebagai alat politik tertentu. Meskipun aspirasi tersebut merupakan bagian dari demokrasi, ia juga menyoroti pentingnya menjaga independensi Polri setelah lembaga ini dipisahkan pada tahun 2000 oleh Presiden ke-4 RI, Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Sejak saat itu, Polri telah beroperasi secara mandiri langsung di bawah Presiden.
Selain itu, sejarah pemisahan Polri dari TNI pada 2000 mencerminkan upaya reformasi demi profesionalisme institusi. Oleh karena itu, kembalinya Polri ke bawah Kemendagri atau bahkan TNI dianggap sebagai kemunduran dalam struktur administrasi negara. Dalam diskusi ini, ada banyak argumen yang mendukung maupun menolak tuntutan tersebut.
Menurut pandangan Hasbiallah Ilyas, pengembalian Polri ke bawah Kemendagri bisa mengganggu prinsip independensi institusi. Selama bertahun-tahun, Polri telah berdiri sendiri tanpa ikatan langsung dengan kementerian tertentu. Hal ini membantu menjaga netralitas Polri dalam menjalankan tugas keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas).
Sejarah menunjukkan bahwa pemisahan Polri dari Kemendagri pertama kali dilakukan pada tahun 1946. Kemudian, pada tahun 2000, Gus Dur melanjutkan reformasi dengan melepaskan Polri dari naungan TNI untuk memastikan lembaga ini bekerja tanpa intervensi politik. Perubahan ini dianggap signifikan karena memberikan ruang bagi Polri untuk berkembang sebagai institusi profesional. Jika Polri dikembalikan ke bawah Kemendagri, risiko kehilangan integritas dan independensi menjadi sangat besar.
Hasbi menekankan bahwa jika Polri masuk kembali ke bawah Kemendagri, lembaga ini akan lebih rentan digunakan sebagai alat politik oleh pihak-pihak tertentu. Hal ini tentu saja merugikan sistem demokrasi Indonesia, di mana kepolisian harus tetap netral terhadap dinamika politik nasional. Oleh karena itu, penting untuk mempertimbangkan konsekuensi jangka panjang dari keputusan semacam itu.
Konsep independensi Polri yang telah diperjuangkan selama dua dekade ini tidak boleh disia-siakan hanya demi memenuhi aspirasi kelompok tertentu. Sebagai lembaga yang memiliki peran vital dalam menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, Polri harus tetap berada di bawah komando langsung Presiden agar dapat menjalankan fungsinya secara efektif tanpa campur tangan politik partai atau individu tertentu. Dengan kata lain, langkah mundur seperti ini hanya akan melemahkan citra institusi kepolisian di mata publik serta merusak proses pembangunan demokrasi yang sedang berlangsung di Indonesia.