Di tengah proyeksi perlambatan ekonomi Amerika Serikat (AS), mata uang rupiah mengalami penguatan terhadap dolar AS. Pada hari Rabu, 5 Maret 2025, rupiah membukukan kenaikan sebesar 0,36% di level Rp16.380 per dolar AS. Ini merupakan lanjutan dari apresiasi yang terjadi pada penutupan perdagangan sehari sebelumnya. Indeks dolar AS (DXY) turun tipis menjadi 105,7 pada pukul 08:56 WIB, sedikit lebih rendah dibandingkan posisi sebelumnya. Para analis menunjukkan bahwa sentimen pasar keuangan terhadap masalah eksternal, terutama dari AS, mempengaruhi pergerakan kurs rupiah.
Dalam pagi hari yang cerah ini, rupiah berada dalam zona penguatan yang diproyeksikan akan berlanjut hingga penutupan perdagangan. Menurut Kepala Riset Ekonomi Makro dan Market Permata Bank, Faisal Rachman, penguatan rupiah didorong oleh sentimen risk-on terkait dengan ruang pemotongan suku bunga the Fed untuk tahun ini yang lebih luas dari perkiraan awal. Ekspektasi penurunan suku bunga acuan Fed Fund Rate di AS semakin meningkat, dipengaruhi oleh potensi kontraksi pertumbuhan ekonomi AS pada kuartal I-2025. Laporan dari Atlanta Fed memperkirakan kontraksi PDB untuk ekonomi AS pada 1Q25, yang menimbulkan kekhawatiran resesi di AS. Selain itu, PMI manufaktur Indonesia dan Tiongkok juga mengalami peningkatan.
Dalam jangka pendek, ada beberapa faktor yang mendukung penguatan rupiah. Namun, ketidakpastian terkait perang dagang tetap menjadi tekanan utama bagi pergerakan nilai tukar rupiah ke depannya. Oleh karena itu, perlu adanya antisipasi yang kuat untuk menghadapi situasi ini.
Dari perspektif seorang jurnalis, penguatan rupiah ini menunjukkan respons pasar terhadap dinamika ekonomi global. Meskipun ada potensi positif dalam jangka pendek, penting untuk tetap waspada terhadap risiko-risiko eksternal yang dapat mempengaruhi stabilitas ekonomi nasional. Perhatian terhadap indikator ekonomi global dan domestik akan sangat membantu dalam membuat keputusan yang tepat.