Penamaan Tiongkok, China, dan Tionghoa memiliki latar belakang sejarah yang kaya, mencakup aspek budaya, politik, hingga linguistik. Istilah Tiongkok berasal dari kata Zhongguo dalam bahasa Mandarin, yang berarti "Negara Tengah". Kata ini telah digunakan selama lebih dari 3.000 tahun dan pertama kali ditemukan pada wadah perunggu kuno bernama Hezun dari Dinasti Zhou Barat. Sementara itu, nama China tidak berasal dari bahasa Mandarin tetapi kemungkinan besar dari istilah Sansekerta 'Cina', merujuk pada Dinasti Qin.
Kata Tionghoa berkaitan dengan migrasi penduduk China ke Nusantara pada abad ke-13. Mereka menggunakan dialek Hokkien, sehingga pengucapan Zhongguo menjadi Tiong-kok dan orangnya disebut Tionghoa. Saat ini, Tiongkok digunakan secara formal, Tionghoa mengacu pada etnis China di Indonesia, sementara istilah China atau Cina pernah menimbulkan kontroversi karena konotasi diskriminatifnya.
Istilah Tiongkok dan China muncul dari dua sumber berbeda yang mencerminkan perkembangan historis panjang. Dalam bahasa Mandarin, Tiongkok berasal dari frasa Zhongguo, yang pertama kali tercatat pada era Dinasti Zhou Barat melalui artefak perunggu bernama Hezun. Penggunaan nama tersebut oleh masyarakat lokal sendiri mencerminkan identitas mereka sebagai "Negara Tengah". Di sisi lain, nama China lahir dari interaksi global yang melibatkan pedagang Persia dan India Kuno, yang menyebut wilayah tersebut sebagai Cin.
Seiring waktu, istilah China menjadi populer di kalangan internasional, termasuk dunia Barat. Meskipun kedua nama sering dipertukarkan dalam percakapan sehari-hari, ada perbedaan signifikan dalam konteks penggunaannya. Tiongkok lebih banyak digunakan dalam dokumen resmi dan pemberitaan media, sedangkan China lebih umum dikenal di luar negeri sebagai hasil penyebaran budaya dan perdagangan antarnegara. Perbedaan ini mencerminkan bagaimana persepsi global tentang negara Asia Timur ini berkembang seiring waktu.
Penamaan Tionghoa memiliki akar kuat dalam sejarah migrasi etnis China ke wilayah Nusantara sejak abad ke-13. Migran dari wilayah selatan China membawa dialek Hokkien, yang mempengaruhi cara mereka menyebut diri sendiri sebagai Tionghoa. Identitas ini melekat karena pengucapan tersebut lebih mudah dimengerti oleh masyarakat setempat dibandingkan dengan bahasa Mandarin standar. Selama ratusan tahun, sebutan Tionghoa menjadi simbol bagi komunitas keturunan China yang tinggal di Indonesia.
Dalam perkembangannya, pemakaian istilah Tiongkok dan Tionghoa di Indonesia juga melibatkan kontroversi sosial-politik. Pada era reformasi, pemerintah Indonesia secara resmi menganjurkan penggunaan istilah Tiongkok untuk merujuk pada negara tersebut dan Tionghoa untuk menggambarkan etnis China di Indonesia. Keputusan ini bertujuan untuk menghilangkan stereotip negatif yang terkandung dalam kata China atau Cina yang dianggap diskriminatif di masa lalu. Dengan demikian, penggunaan kedua istilah ini tidak hanya mencerminkan aspek linguistik tetapi juga refleksi atas harmoni sosial dalam masyarakat multietnis seperti Indonesia.