Hubungan dagang antara Uni Eropa (UE) dan Amerika Serikat (AS) semakin tegang akibat perselisihan terkait tarif impor. UE sedang mempertimbangkan langkah balasan dengan mengenakan bea tambahan senilai 100 miliar euro atau sekitar Rp1.860 triliun pada produk-produk AS, jika negosiasi perdagangan tidak mencapai hasil yang diinginkan. Ancaman ini menjadi bagian dari strategi UE untuk melawan kebijakan proteksionisme ekonomi Presiden Donald Trump. Dalam diskusi internal selama sebulan ke depan, UE akan meninjau kembali daftar barang-barang AS yang ditargetkan serta mencari solusi diplomatis untuk mencegah eskalasi konflik.
Dalam lansiran Bloomberg, Uni Eropa berencana untuk melakukan serangkaian tindakan balasan terhadap AS sebagai respons atas pemberlakuan tarif tinggi oleh pemerintahan Trump. Langkah-langkah ini termasuk pengenaan pajak tambahan pada produk-produk asal AS bernilai hingga 100 miliar euro. Diskusi ini dijadwalkan berlangsung selama sebulan penuh bersama para anggota UE guna menyusun strategi yang tepat.
Pada sisi lain, Komisi Eropa yang bertanggung jawab atas urusan perdagangan tengah berupaya memulihkan hubungan dengan Washington melalui pembicaraan ulang. Proposal baru yang diajukan UE mencakup penurunan hambatan perdagangan serta upaya meningkatkan kerja sama investasi bilateral. Sayangnya, negosiasi awal bulan lalu hanya membawa kemajuan minimal, karena sebagian besar tarif AS tetap berlaku tanpa perubahan signifikan.
Di tengah ketegangan ini, kepala perdagangan Uni Eropa, Maros Sefcovic, menegaskan bahwa tindakan proteksionis AS telah merugikan kedua belah pihak secara ekonomi. Ia menyatakan bahwa situasi saat ini tidak dapat dibiarkan begitu saja, dan UE harus siap dengan berbagai opsi tanggapannya, mulai dari membatasi ekspor tertentu hingga memberlakukan aturan lebih ketat terhadap layanan AS.
Dari sudut pandang seorang jurnalis, situasi ini menunjukkan betapa kompleksnya geopolitik ekonomi global dalam era modern. Kebijakan proteksionisme yang dilakukan oleh salah satu pemain utama dunia, yakni Amerika Serikat, telah memaksa mitra dagangnya untuk merespons secara strategis. Bagi pembaca, cerita ini juga mengingatkan kita akan pentingnya kolaborasi lintas batas untuk menjaga stabilitas ekonomi global. Melalui dialog yang terbuka dan saling menguntungkan, harapannya konflik dagang ini dapat diselesaikan tanpa merusak hubungan diplomatik jangka panjang.