Pada pertemuan pers di Jakarta, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan berbagai modus penipuan yang kini semakin marak. Penipuan ini melibatkan transaksi belanja online, investasi palsu, dan phishing. Friderica Widyasari Dewi, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan OJK, menekankan bahwa penipuan belanja online menjadi modus paling umum. Selain itu, penipuan dengan dalih investasi dan hadiah juga merajalela, serta penipuan melalui akun media sosial palsu seperti Instagram. Dalam tiga bulan terakhir, kerugian masyarakat mencapai Rp 700 miliar, dengan Rp 100 miliar berhasil diblokir dari rekening pelaku.
Dalam suasana musim hujan di Jakarta, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengadakan konferensi pers untuk membahas peningkatan kasus penipuan keuangan. Pada acara Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan 2025, Friderica Widyasari Dewi, seorang eksekutif senior OJK, menjelaskan bahwa penipuan belanja online merupakan modus paling sering dilaporkan. Kasus-kasus ini biasanya melibatkan transfer uang tanpa pengiriman barang. Selain itu, penipuan berkedok investasi dan iming-iming hadiah juga banyak memakan korban. Media sosial seperti Instagram menjadi lahan subur bagi penipuan menggunakan akun palsu. IASC, forum kerja yang dibentuk oleh OJK, mencatat kerugian masyarakat mencapai Rp 700 miliar dalam tiga bulan terakhir. Sebanyak Rp 100 miliar berhasil diblokir dari rekening para pelaku. OJK juga fokus pada pengawasan pinjaman online ilegal dan transaksi tidak sah.
Berdasarkan informasi ini, jelas bahwa peningkatan kesadaran masyarakat tentang modus penipuan sangat penting. Kerjasama antara OJK dan lembaga lainnya telah memberikan langkah-langkah efektif untuk meminimalisir kerugian. Publik perlu lebih waspada dan cepat melaporkan setiap indikasi penipuan agar dana dapat diselamatkan. Perlunya pendidikan finansial juga menjadi hal yang tidak boleh diabaikan untuk mencegah penipuan masa depan.