Gaya Hidup
Pentingnya Pelestarian Perkawinan di Era Modern: Solusi untuk Menekan Angka Perceraian
2025-04-29
Di tengah meningkatnya jumlah perceraian di Indonesia, Menteri Agama Nasaruddin Umar mengusulkan revisi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Revisi ini bertujuan untuk memperkuat regulasi dalam menjaga keutuhan rumah tangga, bukan hanya pada saat pernikahan disahkan tetapi juga selama perkawinan berlangsung.
Pelestarian Perkawinan Harus Menjadi Prioritas Nasional!
Mengapa Revisi UU Perkawinan Diperlukan?
Pada dasarnya, pernikahan adalah kontrak sosial yang tidak hanya melibatkan dua individu, tetapi juga keluarga dan masyarakat sekitar. Namun, tantangan modern sering kali membuat hubungan menjadi rapuh. Revisi UU Perkawinan dapat menjadi langkah konkret untuk menyeimbangkan antara hak individu dan tanggung jawab terhadap keluarga. Negara memiliki peran penting dalam menciptakan lingkungan yang mendukung keharmonisan rumah tangga. Tanpa adanya kerangka hukum yang kuat, sulit bagi pasangan untuk menghadapi tekanan eksternal seperti stres finansial atau konflik interpersonal.Dalam konteks Indonesia, undang-undang saat ini masih kurang spesifik dalam mengatur isu-isu krusial seperti mediasi pernikahan, pengelolaan sumber daya keluarga, dan pendidikan pra-pernikahan. Revisi ini bisa menjadi peluang untuk memperbaiki celah-celah tersebut sehingga setiap pasangan memiliki fondasi yang lebih kokoh sejak awal pernikahan.Faktor Utama Penyebab Kegagalan Pernikahan
Meskipun banyak orang menganggap perselingkuhan sebagai penyebab utama perceraian, data menunjukkan bahwa masalah keluarga justru menjadi faktor dominan. Dukungan dari anggota keluarga, baik secara emosional maupun praktis, sangat diperlukan untuk menjaga stabilitas pernikahan. Ketika dukungan ini hilang, risiko konflik internal akan meningkat secara signifikan.Selain itu, ketidakcocokan dalam nilai-nilai hidup dan pola komunikasi juga sering kali menjadi pemicu utama. Pasangan yang tidak memiliki visi bersama cenderung mengalami kesulitan dalam mengambil keputusan besar seperti rencana keuangan atau pendidikan anak-anak. Oleh karena itu, penting bagi setiap calon suami istri untuk memastikan adanya kesepahaman sejak awal pernikahan agar potensi konflik dapat diminimalkan.Dampak Sosial dari Tingginya Angka Perceraian
Tingginya angka perceraian tidak hanya mempengaruhi individu yang bersangkutan, tetapi juga memiliki dampak luas terhadap masyarakat. Anak-anak dari keluarga yang bercerai sering kali mengalami gangguan psikologis dan akademik. Selain itu, mereka juga cenderung lebih rentan terhadap perilaku negatif seperti penyalahgunaan zat atau bahkan kekerasan.Dari sudut pandang ekonomi, perceraian juga membawa beban finansial yang besar bagi kedua belah pihak. Pengadilan, biaya hukum, serta pembagian aset sering kali menjadi sumber stres tambahan. Belum lagi dampak sosial seperti penurunan produktivitas kerja dan peningkatan kasus kemiskinan di kalangan ibu tunggal. Oleh karena itu, upaya preventif seperti konseling pra-nikah dan program edukasi keluarga harus menjadi prioritas.Solusi Holistik untuk Mengatasi Masalah Pernikahan
Untuk mengatasi masalah-masalah yang kompleks ini, solusi holistik sangat diperlukan. Pertama-tama, pendidikan pra-pernikahan harus diperluas dan diperdalam agar calon pasangan memahami tanggung jawab yang sesungguhnya dalam menjalani kehidupan rumah tangga. Program ini tidak hanya mencakup aspek hukum dan agama, tetapi juga psikologi, manajemen keuangan, dan komunikasi efektif.Selain itu, aksesibilitas layanan konseling pernikahan harus ditingkatkan agar pasangan yang menghadapi kesulitan dapat mencari bantuan tanpa rasa malu. Negara juga dapat bekerja sama dengan lembaga swadaya masyarakat (LSM) untuk menyediakan platform digital yang memberikan informasi dan sumber daya bagi keluarga yang membutuhkan. Dengan pendekatan yang inklusif dan komprehensif, harapan untuk menurunkan angka perceraian akan semakin realistis.