Pada perdagangan awal sesi I di Jakarta pada hari Selasa, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami penurunan tajam hingga 9,19%. Penyebab utama dari anjloknya IHSG adalah kebijakan tarif dagang yang dicanangkan oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Semua sektor saham mengalami kerugian signifikan, dengan sektor teknologi menjadi yang paling terdampak. Penurunan ini juga dirasakan oleh beberapa perusahaan besar seperti PT Bank Rakyat Indonesia dan PT Telkom Indonesia yang memberikan dampak besar pada IHSG. Meskipun pasar global sudah mulai jatuh sejak Kamis pekan lalu, IHSG baru merasakan imbasnya setelah liburan panjang.
Dalam musim semi yang biasanya dipenuhi harapan, bursa efek tanah air justru dibayangi oleh ketidakpastian ekonomi global. Pada pagi hari Selasa tanggal 8 April 2025, IHSG mencatat penurunan drastis sebesar 9,19% ke level 5.912,06 akibat kebijakan tarif dagang yang diumumkan oleh Presiden AS Donald Trump. Hampir seluruh sektor bisnis di Indonesia ikut terjerembab, dengan sektor teknologi mengalami penurunan paling parah sebesar 10,38%, disusul oleh sektor bahan baku yang turun hampir 10%. Beberapa saham unggulan seperti PT Bank Rakyat Indonesia, PT Bank Central Asia, dan PT Bank Mandiri berkontribusi besar dalam menyeret indeks tersebut ke bawah.
Bursa global telah mengalami goncangan sejak pengumuman kebijakan tarif AS minggu lalu. IHSG dan mata uang rupiah tidak mengalami fluktuasi karena masih dalam masa libur panjang. Namun, dampak dari kebijakan Trump dan kepanikan investor global baru dirasakan saat perdagangan dibuka kembali. Wall Street sendiri sempat mengalami penurunan lebih dari 1.700 poin sebelum rebound tipis, sementara pasar saham Asia-Pasifik memperlihatkan tren positif pada pembukaan perdagangan hari Senin.
Selain itu, bursa Hong Kong mengalami penurunan paling tajam sejak tahun 1997, dengan Indeks Hang Seng anjlok lebih dari 13%. Di tengah-tengah ketidakpastian ini, pasar saham China hanya naik tipis sekitar 0,24%, menunjukkan bahwa sentimen negatif masih mendominasi pasar global.
Sebagai catatan tambahan, indeks Dow Jones Industrial Average sempat mengalami penurunan signifikan namun berhasil pulih sebagian besar, mencatat rekor perubahan arah terbesar dalam sejarahnya. Indeks S&P 500 juga mengalami volatilitas serupa, meskipun sempat masuk ke wilayah bearish.
Dari sudut pandang regional, pasar saham Asia lainnya menunjukkan pemulihan ringan. Indeks Nikkei 225 di Jepang naik hampir 5,34%, sedangkan Kospi Korea Selatan juga menunjukkan kenaikan signifikan sebesar 2,26%.
Meskipun ada indikasi rebound di beberapa pasar, situasi tetap cenderung tidak stabil akibat kebijakan proteksionisme perdagangan yang semakin intensif.
Sebagai seorang jurnalis, saya melihat bahwa situasi ini mengingatkan kita akan pentingnya diversifikasi investasi dan perlunya strategi manajemen risiko yang kuat dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi global. Selain itu, kebijakan proteksionisme perdagangan seperti ini bisa menjadi pelajaran bagi para pemimpin dunia untuk mempertimbangkan dampak luas dari setiap keputusan yang diambil terhadap stabilitas pasar global. Para investor pun harus siap menghadapi volatilitas pasar yang semakin tinggi di masa mendatang.