Penyakit malaria masih menjadi salah satu ancaman kesehatan masyarakat di berbagai wilayah Indonesia. Berdasarkan data resmi dari Kementerian Kesehatan, kasus malaria mengalami peningkatan signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Pada 2023, tercatat ada lebih dari 418 ribu kasus, sementara pada 2024 jumlahnya meningkat menjadi sekitar 544 ribu kasus. Sebagian besar kasus ini terjadi di wilayah Timur Indonesia, khususnya di Papua, Maluku, dan Nusa Tenggara Timur. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga menyoroti pentingnya percepatan upaya pemberantasan malaria di tingkat global.
Dalam sebuah diskusi yang digelar dalam rangka memperingati Hari Malaria Sedunia 2025, Plt Direktur Jenderal Penanggulangan Penyakit Kementerian Kesehatan RI, drg. Murti Utami, menegaskan bahwa Indonesia menargetkan bebas malaria pada tahun 2030. Wilayah Papua menjadi episentrum utama kasus malaria di Indonesia, dengan kontribusi sekitar 95% dari total kasus nasional. Selain itu, provinsi lain seperti Maluku dan Nusa Tenggara Timur juga turut menyumbang angka kasus yang cukup signifikan.
Malaria disebabkan oleh parasit Plasmodium yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina. Infeksi ini umumnya terjadi pada malam hari ketika nyamuk aktif menyerang. Setelah masuk ke tubuh manusia, parasit ini berkembang biak di hati sebelum akhirnya menginfeksi sel darah merah. WHO mencatat bahwa malaria tetap menjadi penyebab utama kematian di banyak negara, terutama di Afrika, di mana anak-anak di bawah usia lima tahun menjadi korban utama.
Hari Malaria Sedunia tahun 2025 membawa tema "Malaria ends with us: Reinvest, Reimagine, Reignite," yang bertujuan untuk membangkitkan semangat baru dalam pemberantasan penyakit ini. Di kawasan Pasifik Barat, termasuk Indonesia, tantangan utama adalah menjangkau populasi di daerah terpencil, seperti Papua Nugini dan Kepulauan Solomon. Upaya pengobatan penuh serta pencegahan penularan malaria vivax dan knowlesi menjadi prioritas penting.
Strategi utama yang dicanangkan melibatkan penguatan sistem pencegahan, diagnosis, dan pengobatan di kalangan masyarakat terpinggirkan. Dengan dukungan teknologi modern dan kerja sama lintas sektor, harapan untuk mencapai nol kasus malaria di masa mendatang semakin realistis.
Berita tentang perjuangan pemberantasan malaria di Indonesia memberikan pelajaran berharga bagi kita semua. Pentingnya kolaborasi antara pemerintah, lembaga internasional, dan masyarakat lokal tidak dapat diremehkan. Melalui pendekatan holistik yang melibatkan edukasi, inovasi teknologi, serta aksesibilitas layanan kesehatan, kita dapat mempercepat pencapaian visi bebas malaria pada tahun 2030. Selain itu, kesadaran akan pentingnya pencegahan dan deteksi dini harus terus diperkuat agar upaya ini berhasil secara berkelanjutan.