Berita
Pernyataan Gustavo Petro tentang Palestina dan Dampaknya
2025-04-19

Presiden Kolombia, Gustavo Petro, telah membuat pernyataan kontroversial yang menyamakan penderitaan warga Palestina dengan penderitaan Yesus Kristus. Melalui platform X, dia menyoroti situasi kemanusiaan di Gaza, terutama kasus Hossam Abu Safiya, seorang dokter Palestina yang dilaporkan mengalami penyiksaan selama penahanannya oleh pasukan Israel. Pernyataan ini disampaikan dalam konteks Minggu Suci, memberikan makna simbolis yang lebih mendalam.

Banyak pihak memperingatkan bahwa situasi di Gaza semakin memburuk akibat operasi militer Israel yang terus berlangsung. Badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA) melaporkan bahwa ratusan ribu warga Palestina harus mengungsi kembali sejak Maret 2025. Selain itu, pembatasan bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza juga diperketat, menciptakan krisis yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Kritik Petro Terhadap Tindakan Militer Israel

Gustavo Petro menggunakan kesempatan perayaan Minggu Suci untuk menyoroti kondisi warga Palestina yang sedang menghadapi genosida. Dia membandingkan situasi ini dengan peristiwa penderitaan Yesus, menciptakan paralel antara kedua peristiwa tersebut. Petro juga menekankan pentingnya melihat bagaimana masyarakat internasional merespons pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di wilayah konflik ini.

Dalam unggahannya, Petro menyebutkan nama Hossam Abu Safiya, seorang tokoh medis yang menjadi korban dari sistem penahanan Israel. Direktur Rumah Sakit Kamal Adwan ini dilaporkan ditahan pada awal tahun 2025 dan mengalami penyiksaan serius hingga kondisi kesehatannya memburuk. Organisasi hak asasi manusia serta media lokal telah mengajukan peringatan berkaitan dengan perlakuan tidak manusiawi yang diterima Safiya selama masa tahanannya. Pernyataan Petro bukan hanya sekadar solidaritas tetapi juga sebuah panggilan global untuk bertindak.

Situasi Kemanusiaan di Gaza yang Memperparah Krisis

Badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA) mengungkapkan bahwa situasi kemanusiaan di Gaza telah mencapai titik kritis. Sejak Maret 2025, lebih dari 420.000 warga Palestina dipaksa meninggalkan rumah mereka karena pelanggaran perjanjian gencatan senjata oleh Israel. Ini mencerminkan skenario yang jauh lebih buruk dibandingkan periode Oktober 2023 ketika konflik besar dimulai.

Penutupan total Jalur Gaza oleh pihak Israel telah mencegah masuknya bantuan dan pasokan kemanusiaan sejak Februari 2025. Durasi ini tiga kali lebih lama daripada periode pengepungan sebelumnya. Situasi seperti ini tidak hanya memengaruhi akses makanan dan air bersih tetapi juga mengganggu layanan kesehatan dan pendidikan bagi warga sipil. UNRWA menyerukan kepada komunitas internasional agar memberikan tekanan lebih lanjut kepada Israel untuk membuka jalur distribusi barang-barang esensial demi menghindari bencana kemanusiaan yang lebih besar.

more stories
See more