Pada dasarnya, kebijakan moneter Federal Reserve (Fed) Amerika Serikat menghadapi tantangan signifikan akibat potensi kenaikan inflasi. Ini disebabkan oleh tiga kebijakan utama yang dijalankan oleh pemerintah AS, yang berdampak luas pada ekonomi global termasuk Indonesia. Pertama, tarif tinggi terhadap impor dapat meningkatkan biaya produksi. Kedua, pemotongan pajak yang dicanangkan memperbesar defisit anggaran. Ketiga, deportasi pekerja tidak terampil menaikkan upah buruh. Semua ini membuat Fed sulit untuk menurunkan suku bunga acuan dan bahkan mungkin akan menaikkannya.
Selain itu, peningkatan suku bunga AS akan menyebabkan penguatan dolar AS dan melemahnya mata uang lainnya, termasuk rupiah. Bank sentral dunia saat ini cenderung bertentangan dengan kebijakan Fed, sehingga peluang untuk menerapkan kebijakan moneter independen menjadi sangat terbatas. Akibatnya, kebijakan Fed akan mendominasi kebijakan ekonomi di banyak negara, termasuk Indonesia.
Kebijakan-kebijakan pemerintah AS memiliki pengaruh langsung terhadap tingkat inflasi dan keputusan Federal Reserve dalam menetapkan suku bunga. Tarif tinggi terhadap impor, pemotongan pajak, dan deportasi pekerja tidak terampil semuanya berkontribusi pada kenaikan biaya produksi dan inflasi. Hal ini membuat Fed enggan menurunkan suku bunga dan bahkan mungkin menaikkannya. Ini berarti bahwa bank sentral AS akan lebih berhati-hati dalam mengatur kebijakan moneter mereka.
Tarif tinggi terhadap impor di AS telah mempengaruhi hampir setengah dari industri manufaktur yang bergantung pada bahan baku impor. Ini menyebabkan biaya produksi meningkat, yang pada gilirannya mendorong inflasi naik. Selain itu, pemotongan pajak yang dicanangkan oleh pemerintah AS akan meningkatkan defisit anggaran, yang harus ditutup dengan menerbitkan obligasi baru. Hal ini juga akan mendorong yield obligasi naik, sehingga membuat Fed lebih sulit untuk menurunkan suku bunga. Deportasi pekerja tidak terampil juga akan menaikkan upah buruh karena pasokan tenaga kerja berkurang, yang juga berkontribusi pada kenaikan inflasi.
Peningkatan suku bunga di AS akan berdampak signifikan pada nilai tukar mata uang global, termasuk rupiah. Kenaikan suku bunga AS akan mendorong penguatan dolar AS, yang secara otomatis akan melemahkan mata uang lainnya. Ini sudah mulai terlihat dengan nilai tukar rupiah yang bergerak di sekitar Rp16.300 per dolar AS. Bank sentral di seluruh dunia juga sedang merumuskan kebijakan moneter yang bertentangan dengan Fed, yang membuat peluang untuk menerapkan kebijakan independen menjadi sangat terbatas.
Bila Fed menaikkan suku bunga, hal ini akan berdampak langsung pada nilai tukar mata uang global. Penguatan dolar AS akan membuat mata uang lainnya melemah, termasuk rupiah. Ini berarti bahwa bank sentral di negara-negara lain, termasuk Indonesia, harus berhati-hati dalam menetapkan kebijakan moneter mereka. Mereka mungkin perlu menyesuaikan kebijakan mereka agar tetap sesuai dengan dinamika ekonomi global. Dalam situasi ini, opsi untuk menerapkan kebijakan moneter independen menjadi sangat terbatas, karena kebijakan Fed akan mendominasi arah ekonomi global.