Banyak perusahaan teknologi finansial di Indonesia menghadapi tantangan baru dalam memenuhi persyaratan ekuitas. Menurut data terbaru, sebanyak 10 dari 97 perusahaan fintech peer-to-peer (P2P) lending belum mencapai batas minimum ekuitas yang ditetapkan sebesar Rp7,5 miliar hingga Februari 2025. Situasi ini menunjukkan adanya kebutuhan mendesak bagi beberapa perusahaan untuk melakukan peningkatan modal.
Pihak berwenang, seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK), telah merespons dengan memberikan sanksi administratif kepada perusahaan yang belum memenuhi persyaratan tersebut. Agusman, Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan di OJK, menjelaskan bahwa empat perusahaan sedang dalam proses peningkatan modal. Namun, beberapa perusahaan masih mengalami kesulitan dalam penyuntikan modal sesuai ketentuan. OJK juga meminta perusahaan-perusahaan tersebut untuk menyusun rencana tindakan guna memastikan pemenuhan kecukupan modal.
Meskipun menghadapi tantangan, industri P2P lending tetap menunjukkan kinerja positif. Data akhir tahun 2024 menunjukkan laba bersih setelah pajak sebesar Rp1,65 triliun. Proyeksi bisnis untuk tahun 2025 mengindikasikan bahwa industri ini diperkirakan akan terus berkembang, meski dengan berbagai ketidakpastian ekonomi. Pertumbuhan ini sejalan dengan peningkatan penggunaan internet di Indonesia, yang menciptakan peluang besar bagi sektor ini. Dengan langkah-langkah regulasi yang tepat dan komitmen kuat dari para pemain industri, diharapkan tantangan ekuitas dapat diatasi dan industri P2P lending dapat terus berkembang secara sehat dan berkelanjutan.