Perkembangan geopolitik dan kebijakan produksi minyak menjadi faktor utama dalam peningkatan harga minyak dunia. Menurut laporan terbaru, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) bergerak di kisaran US$72 per barel setelah mengalami kenaikan 1,6% selama pekan ini. Sementara itu, harga minyak Brent mencapai level mendekati US$76. Salah satu alasan utama adalah potensi penundaan rencana peningkatan produksi oleh kelompok OPEC+. Kabarnya, mereka mempertimbangkan untuk menunda peningkatan produksi yang seharusnya dimulai pada bulan April, yang jika benar akan menjadi penundaan keempat berturut-turut.

Pertemuan antara pejabat tinggi AS dan Rusia di Riyadh membahas isu perang Ukraina, namun tanpa kehadiran Presiden Volodymyr Zelenskiy. Situasi ini menimbulkan kekhawatiran di Eropa dan dapat memperlambat proses negosiasi. Di sisi lain, G7 juga sedang mempertimbangkan langkah-langkah baru untuk membatasi harga minyak dari Rusia, yang tentunya menambah tekanan di pasar energi global. Selain itu, penurunan aliran minyak Kazakhstan ke Laut Hitam hingga 30% akibat perbaikan infrastruktur di Rusia juga turut mempengaruhi dinamika pasar.

Dengan situasi yang semakin kompleks, pasar minyak dunia tetap berada dalam rentang sempit sekitar US$5 per barel selama sebulan terakhir, dengan volatilitas tersirat mencapai level terendah sejak Juli 2024. Kebijakan tarif dari Presiden AS Donald Trump juga mempengaruhi sentimen pasar. Ia berencana untuk mengenakan bea masuk 25% pada impor mobil, semikonduktor, dan produk farmasi, yang akan diumumkan resmi pada awal April. Langkah ini diprediksi akan memberikan dampak signifikan pada ekonomi global dan pasar energi.

Di tengah tantangan ini, penting bagi para pemangku kepentingan untuk tetap waspada dan proaktif dalam merespons perubahan kondisi pasar. Kerja sama internasional dan kebijakan yang bijaksana akan menjadi kunci untuk menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.