Pada hari Rabu, 19 Februari 2025, mata uang rupiah mengalami penurunan signifikan terhadap dolar Amerika Serikat. Situasi ini berlangsung seiring dengan menunggu hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia yang akan disampaikan beberapa jam ke depan. Pergerakan pasar keuangan sangat bergantung pada keputusan BI mengenai suku bunga. Mayoritas analis memperkirakan bahwa BI akan mempertahankan tingkat suku bunganya, namun ada pula yang memperkirakan penurunan suku bunga untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.
Rupiah mencatat pelemahan hingga 0,52% menjadi Rp16.355 per dolar AS pada pagi hari Rabu. Ini melanjutkan tren negatif dari penutupan perdagangan sebelumnya yang juga turun 0,37%. Pelemahan ini mencerminkan ketidakpastian pasar terkait kebijakan moneter yang akan diambil oleh Bank Indonesia. Jika BI memilih untuk menurunkan suku bunga, rupiah bisa mengalami tekanan lebih lanjut, terutama karena indeks dolar AS (DXY) telah kembali naik ke level 107.
Dalam situasi ini, pelaku pasar sedang memantau perkembangan dengan cermat. Penurunan nilai tukar rupiah dapat berdampak luas pada ekonomi nasional, termasuk inflasi dan investasi asing. Analis menyebutkan bahwa stabilitas rupiah sangat penting bagi investor internasional, dan fluktuasi yang signifikan dapat merusak kepercayaan pasar. Oleh karena itu, setiap keputusan BI akan memiliki implikasi besar bagi ekonomi Indonesia dalam jangka pendek maupun panjang.
Konsensus yang dikumpulkan dari 19 lembaga dan institusi menunjukkan bahwa sebagian besar memperkirakan Bank Indonesia akan mempertahankan suku bunga acuan di level 5,75%. Namun, delapan dari lembaga tersebut justru memperkirakan bahwa BI akan menurunkan suku bunga sebesar 25 basis poin ke level 5,50%. Proyeksi ini mencerminkan adanya spekulasi pasar tentang arah kebijakan moneter yang akan diambil.
Jika BI memangkas suku bunga, tujuannya mungkin untuk merangsang pertumbuhan ekonomi. Namun, langkah ini juga bisa membawa risiko tambahan bagi rupiah. Sebagai contoh, penurunan suku bunga dapat membuat rupiah kurang menarik bagi investor asing, yang mungkin memilih untuk mengalihkan dana mereka ke mata uang lain yang menawarkan imbal hasil lebih tinggi. Selain itu, penguatan dolar AS juga bisa memperburuk situasi, karena ini akan meningkatkan biaya impor dan potensi defisit neraca pembayaran. Oleh karena itu, keputusan BI nanti akan menjadi titik krusial bagi arah ekonomi Indonesia dalam beberapa bulan mendatang.