Pembahasan mengenai perubahan struktur jabatan fungsional pengawas sekolah telah menjadi topik hangat di kalangan pendidikan. Artikel ini akan menjelajahi isu yang muncul dari penerapan Peraturan Menteri PAN-RB No. 21 Tahun 2024, khususnya terkait integrasi jabatan fungsional pengawas ke dalam jabatan guru. Wacana yang beredar tentang pembatasan masa jabatan pengawas hanya untuk dua periode ternyata tidak memiliki dasar hukum yang kuat dalam regulasi tersebut. Selain itu, solusi alternatif seperti beralih karier menjadi dosen atau instruktur pelatihan juga menghadapi tantangan besar akibat kompleksitas koordinasi antarkementerian.
Dalam konteks transformasi sistem pendidikan nasional, Peraturan Menteri PAN-RB No. 21 Tahun 2024 bertujuan untuk meningkatkan efisiensi birokrasi serta profesionalisme guru melalui integrasi beberapa jabatan fungsional. Salah satu aspek penting dari peraturan ini adalah penggabungan jabatan fungsional pengawas sekolah, penilik, pamong belajar, dan guru ke dalam satu kesatuan yaitu jabatan fungsional guru. Integrasi ini dimaksudkan untuk menciptakan manajemen yang lebih efektif dan efisien dalam pengelolaan pendidik dan tenaga kependidikan.
Meskipun demikian, mitos tentang pembatasan masa jabatan pengawas untuk hanya dua periode masih berkembang di kalangan tertentu. Hal ini didasarkan pada wacana yang pernah beredar tanpa landasan regulasi yang jelas. Sebagai contoh, Siti Yulaikhah dalam opininya menyoroti isu ini namun tidak menemukan klausul eksplisit dalam peraturan yang mendukung klaim tersebut. Diskusi semacam ini awalnya dimaksudkan sebagai bagian dari upaya memperoleh kepastian hukum tetapi tidak pernah dijadikan aturan resmi.
Kendati perubahan ini membawa dampak positif, implementasinya menghadapi berbagai rintangan. Salah satu kendala utama adalah transisi karier bagi para pengawas yang ingin bergeser ke jalur lain, seperti menjadi dosen atau instruktur pelatihan. Rotasi ini bukanlah proses sederhana karena melibatkan koordinasi antara Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah dengan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi. Setiap kementerian memiliki aturan dan prosedur yang berbeda, sehingga persyaratan administrasi dan akademis menjadi faktor penghambat utama.
Upaya reformasi dalam pengelolaan pendidikan melalui integrasi jabatan fungsional ini tentunya memberikan pandangan baru terhadap pengembangan profesionalisme guru. Namun, langkah-langkah konkret perlu dilakukan untuk memastikan bahwa transisi karier bagi para pengawas dapat berjalan lancar. Dengan demikian, tujuan utama dari peraturan ini—menciptakan sistem pendidikan yang lebih efisien dan berdaya saing tinggi—dapat tercapai secara optimal.
Secara keseluruhan, transformasi struktural dalam bidang pendidikan menunjukkan komitmen pemerintah untuk memperbaiki kualitas sumber daya manusia di sektor ini. Meski tantangan masih ada, terutama dalam hal regulasi lintas kementerian, harapannya adalah agar semua pihak dapat bekerja sama demi terwujudnya sistem pendidikan yang adil dan berkualitas bagi generasi mendatang.