Industri pinjaman daring (pinjol) kini menjadi sorotan serius oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Sebanyak 44 perusahaan fintech peer-to-peer lending diduga terlibat dalam praktik yang melanggar aturan persaingan usaha. Penyelidikan ini menyoroti adanya indikasi kesepakatan tak sehat terkait penetapan suku bunga pinjaman. Saat ini, kasus tersebut tengah berada dalam tahap pengumpulan dokumen untuk mempersiapkan sidang lebih lanjut.
Pihak KPPU menyatakan bahwa proses hukum akan dilanjutkan setelah pemberkasan selesai. Meskipun belum ada jadwal pasti, rencana persidangan diperkirakan bakal dimulai pada bulan Mei mendatang. Selain itu, ditemukan bukti bahwa kelompok asosiasi industri seperti AFPI telah menerbitkan panduan yang mengatur batas atas suku bunga harian, yakni 0,8 persen pada masa lalu dan turun menjadi 0,4 persen pada tahun 2021. Hal ini dinilai sebagai salah satu faktor yang memicu tindakan kolusi.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga memberikan dukungan penuh terhadap langkah KPPU dalam menangani kasus ini. Menurut OJK, intervensi awal tidak dilakukan karena prinsip pasar bebas masih menjadi dasar operasional pinjol. Namun, saat ini telah ada kontrol ketat guna menjaga stabilitas sistem keuangan nasional. Meskipun suku bunga tinggi kerap dianggap memberatkan, pinjol tetap memiliki dampak positif bagi masyarakat, terutama UMKM. Sayangnya, banyak pengguna yang menggunakan fasilitas ini untuk kebutuhan konsumtif daripada produktif.
Upaya penegakan hukum terhadap praktik monopoli dan kolusi dalam industri pinjol sangat penting demi menjaga keadilan ekonomi digital. Langkah ini bertujuan untuk menciptakan lingkungan bisnis yang transparan serta melindungi konsumen dari praktik-praktik merugikan. Semua pihak harus bekerja sama untuk memastikan bahwa inovasi teknologi finansial dapat berkembang tanpa melanggar norma-norma etika dan regulasi yang berlaku.