Pemain sepak bola muda berbakat, Djenna de Jong, yang memiliki darah keturunan Indonesia dan Maroko, sempat diharapkan untuk memperkuat skuad Timnas Putri Indonesia. Namun, kisahnya mengalami perubahan signifikan setelah ia secara terbuka menyatakan mundur dari proses naturalisasi karena merasa mendapat perlakuan tidak profesional. Djenna, yang lahir pada tahun 2005 di Belanda, telah menunjukkan bakat luar biasa sejak usia dini melalui pengalamannya di kompetisi Eropa. Meskipun PSSI awalnya tertarik untuk menjadikannya bagian dari tim nasional, keputusan akhir justru mengecewakan banyak pihak.
Dalam suasana musim gugur yang penuh warna, dunia sepak bola putri Indonesia sempat bersorak atas kemungkinan kehadiran Djenna de Jong sebagai bagian dari Garuda Pertiwi. Gadis kelahiran Belanda ini memiliki latar belakang unik dengan ibu asal Indonesia dan ayah dari Maroko. Karier profesionalnya dimulai pada tahun 2021 saat bergabung dengan SpVg Aurich di Liga Belanda U-17, sebelum kemudian direkrut oleh klub besar Jerman, VfL Wolfsburg II.
Di awal tahun 2024, Djenna resmi menjadi bagian dari NAC Breda, sebuah klub di divisi kedua Liga Belanda wanita. Keterampilannya sebagai gelandang serang membuatnya menjadi incaran PSSI, yang mengajaknya serta dua pemain lain dari diaspora—Noa Leatomu dan Estella Loupatty—untuk mengikuti trial tim nasional. Selama pelatihan di Jepang, Djenna dipandang sebagai salah satu penambahan potensial bagi Timnas Putri Indonesia.
Namun, cerita tersebut berubah arah ketika Djenna memutuskan mundur dari proses naturalisasi. Melalui unggahan di media sosialnya, ia menyampaikan kekecewaannya terkait perlakuan yang dirasakan kurang profesional selama masa trial. Pernyataan ini mencuri perhatian publik, bahkan memunculkan spekulasi bahwa nama Djenna masuk dalam daftar hitam PSSI. Arya Sinulingga, anggota Exco PSSI, menyebut bahwa keputusan akhir berasal dari rekomendasi pelatih Satoru Mochizuki, yang menganggap Djenna tidak sesuai dengan kriteria yang ditetapkan.
Dengan mundurnya Djenna, harapan untuk melihat seorang talenta internasional bermain di bawah bendera merah putih harus ditunda. Keputusan ini menyoroti pentingnya komunikasi yang transparan antara federasi dan para pemain calon naturalisasi.
Sebagai pembaca, kita bisa belajar bahwa proses naturalisasi bukan hanya soal bakat atau kualifikasi teknis, tetapi juga memerlukan rasa hormat dan profesionalisme dari semua pihak. Pengalaman Djenna memberikan pelajaran berharga bagi organisasi olahraga untuk lebih memperhatikan aspek emosional dan relasional dalam merekrut talenta asing. Ini adalah langkah penting agar masa depan sepak bola Indonesia dapat berkembang tanpa meninggalkan integritas dan kepercayaan.