Pergerakan harga minyak dunia menunjukkan tanda-tanda positif setelah sebelumnya tertekan oleh ketidakpastian hubungan dagang antara dua negara besar. Pada perdagangan Kamis pagi, patokan internasional Brent mencatat kenaikan hingga mencapai angka US$61,40 per barel. Secara paralel, West Texas Intermediate (WTI) juga mengalami penguatan menuju US$58,40 per barel. Kenaikan ini dipicu oleh berbagai faktor yang mempengaruhi pasar energi global.
Situasi geopolitik dan kebijakan moneter menjadi sorotan utama dalam tren ini. Menjelang pertemuan penting di Swiss antara pejabat tinggi Amerika Serikat dan Tiongkok, pasar tetap waspada terhadap kemungkinan pembicaraan yang buntu. Presiden Donald Trump telah menyatakan bahwa tarif tidak akan dikurangi terlebih dahulu, sebuah sikap yang meningkatkan kekhawatiran pelaku pasar atas hasil negosiasi dagang. Namun, pemangkasan produksi oleh perusahaan migas AS serta arah kebijakan OPEC+ memberikan dukungan bagi harga minyak untuk bangkit kembali.
Keputusan The Fed yang mempertahankan suku bunga acuan turut membawa dampak signifikan pada dinamika pasar. Ketua The Fed, Jerome Powell, menegaskan bahwa saat ini belum ada urgensi untuk melakukan perubahan terhadap kebijakan moneter. Meski demikian, potensi tekanan inflasi akibat perang dagang jangka panjang tetap menjadi perhatian serius. Meskipun harga minyak belum sepenuhnya pulih ke level tertinggi bulan lalu, indikator selama dua sesi terakhir menunjukkan adanya upaya pasar untuk menemukan titik keseimbangan baru di tengah berbagai tantangan ekonomi global.
Dinamika perdagangan minyak dunia mencerminkan betapa kompleksnya interaksi antara isu geopolitik, kebijakan produsen utama, dan kondisi ekonomi global. Dengan semakin banyaknya faktor yang memengaruhi pasar, para pelaku industri harus tetap cermat dalam mengambil keputusan. Keberhasilan menyeimbangkan kepentingan berbagai pihak dapat membuka jalan bagi stabilitas ekonomi dunia yang lebih baik di masa depan.