Pasar
Penurunan Kelas Menengah: Tantangan Ekonomi di Indonesia
2025-03-12

Dalam lima tahun terakhir, data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan adanya penurunan signifikan jumlah masyarakat Indonesia yang termasuk dalam kategori kelas menengah. Jumlah ini turun hampir 10 juta jiwa, dengan hanya 47,85 juta orang yang masih berada di kelas tersebut pada tahun 2024. Sebaliknya, kelompok aspiring middle class—yang berada di antara kelas menengah dan rentan miskin—mengalami peningkatan pesat menjadi 137,5 juta orang atau sekitar 49,22% dari total populasi nasional. BPS juga memperingatkan bahwa banyak warga kelas menengah saat ini memiliki pengeluaran per kapita rata-rata Rp 2,04 juta per bulan, menjadikan mereka sangat rentan terhadap gangguan ekonomi.

Penurunan Kelas Menengah di Era Ketidakpastian Ekonomi

Dalam periode lima tahun terakhir, Indonesia menyaksikan perubahan dramatis dalam struktur sosial-ekonominya. Pada tahun 2019, sebanyak 57,33 juta orang termasuk dalam kelas menengah. Namun, angka ini menurun secara signifikan hingga mencapai 47,85 juta orang pada tahun 2024. Penurunan ini disertai oleh pertumbuhan kelompok aspiring middle class, yang kini mencakup lebih dari setengah penduduk negara.

Di tengah ketidakpastian ekonomi global, para ahli keuangan seperti UOB Indonesia menyoroti pentingnya perencanaan keuangan yang cermat untuk melindungi stabilitas finansial keluarga. Salah satu solusi yang mereka tawarkan adalah penggunaan rumus alokasi dana yang sederhana namun efektif. Rumus ini menggarisbawahi perlunya menyisihkan sekitar 10-20% dari pendapatan untuk tabungan, 70-85% untuk kebutuhan dasar, serta sisanya untuk keinginan pribadi.

Tahun 2025 diprediksi akan membawa tantangan baru bagi masyarakat Indonesia. Kenaikan pajak atas barang mewah, perluasan objek cukai minuman bersoda, kenaikan iuran BPJS Kesehatan, potensi naiknya harga gas elpiji, hingga kemungkinan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), semuanya menjadi faktor yang dapat meningkatkan beban hidup masyarakat. Selain itu, penerapan Iuran Pengelolaan Lingkungan (IPL) dan tarif baru untuk transportasi publik seperti Kereta Rel Listrik (KRL) berbasis NIK juga akan memberikan dampak langsung kepada konsumen.

Kondisi ini menuntut masyarakat untuk lebih bijaksana dalam mengatur keuangan mereka, termasuk memperkuat dana darurat dan proteksi asuransi sebagai benteng terhadap risiko ekonomi.

Di tengah tantangan yang mendesak, pelajaran terbesar yang bisa diambil adalah pentingnya kesadaran finansial individu. Dengan memahami prioritas keuangan dan merencanakan masa depan dengan hati-hati, masyarakat dapat tetap bertahan meskipun menghadapi tekanan ekonomi. Ini bukan hanya soal bertahan, tetapi juga tentang membangun ketahanan finansial yang kuat demi generasi mendatang.

More Stories
see more