Kinerja mata uang Indonesia mengalami penurunan signifikan akibat pengaruh eksternal dari negosiasi dagang internasional. Menyusul kesepakatan dagang antara Amerika Serikat dan Inggris, rupiah tercatat melemah pada awal perdagangan hari Jumat. Secara umum, kondisi ini dipengaruhi oleh penguatan dolar AS yang berdampak pada nilai tukar global. Berdasarkan data dari Refinitiv, kurs rupiah dibuka di angka Rp16.515 per dolar AS, menunjukkan pelemahan sebesar 0,15% dibandingkan sesi sebelumnya.
Penguatan mata uang AS juga tercermin dari kenaikan indeks dolar AS (DXY) hingga mencapai level 100,72 pada pagi harinya. Kenaikan ini menjadi salah satu faktor utama yang mempengaruhi performa rupiah di pasar valuta asing. Pernyataan Presiden AS Donald Trump tentang kesepakatan dagang dengan Inggris semakin memperkuat optimisme pasar terhadap perekonomian AS. Dalam unggahan di platform Truth Social, Trump menyebut kesepakatan tersebut akan mempererat hubungan kedua negara dalam jangka panjang. Kesepakatan ini juga memberikan keuntungan bagi Inggris melalui penyesuaian tarif impor produk besi-baja dan otomotif.
Analisis dari Mega Capital Sekuritas (MCS) menunjukkan bahwa rupiah memiliki potensi untuk terus melemah menuju rentang Rp16.550 hingga Rp16.650 per dolar AS. Meskipun tarif universal tetap berlaku, kesepakatan ini dinilai sebagai solusi saling menguntungkan bagi Inggris, yang sedang menjalani negosiasi dagang dengan Uni Eropa pasca-Brexit. Situasi ini menggarisbawahi pentingnya stabilitas ekonomi global dan kolaborasi lintas negara untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dunia secara merata serta menciptakan peluang baru di tengah tantangan geopolitik.