Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menahan tingkat suku bunga acuan BI Rate pada 5,75% dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulan Februari 2025. Keputusan ini dinilai tepat oleh para ekonom, terutama mengingat kondisi risiko yang tinggi di pasar keuangan global. Perang dagang yang digaungkan Amerika Serikat diperkirakan akan berdampak signifikan pada perekonomian Indonesia. Selain itu, prospek pemangkasan suku bunga The Fed sepanjang tahun 2025 menjadi lebih rendah dibandingkan perkiraan sebelumnya, seiring dengan potensi peningkatan inflasi AS akibat kebijakan tarif AS. Langkah-langkah yang diambil oleh BI dan The Fed memiliki dampak langsung terhadap kebijakan moneter di Indonesia.
Pertimbangan utama dalam keputusan Bank Indonesia untuk mempertahankan suku bunga acuan adalah respons terhadap ketidakpastian ekonomi global. Direktur Program INDEF, Eisha Maghfiruha Rachbini, menyatakan bahwa langkah ini sangat sesuai dengan situasi saat ini. Risiko tinggi di pasar keuangan global, khususnya perang dagang AS, dapat memberikan dampak negatif pada perekonomian Indonesia. Dengan mempertahankan tingkat suku bunga, BI bertujuan untuk menjaga stabilitas pasar keuangan domestik dan mencegah gejolak yang tidak perlu.
Ketika The Fed memperkecil peluang pemangkasan suku bunga, Bank Indonesia juga akan mengatur kebijakannya secara serupa. Proyeksi pemangkasan suku bunga The Fed menjadi lebih rendah karena kebijakan tarif AS berpotensi meningkatkan inflasi di negeri Paman Sam. Akibatnya, The Fed cenderung lebih hati-hati dalam menurunkan Fed Funds Rate (FFR). Ini berarti bahwa BI harus tetap waspada dan siap mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional. Ekonom melihat bahwa kebijakan ini penting untuk memperkuat pasar keuangan dalam negeri dan mengurangi dampak negatif dari gejolak global.
Keputusan Bank Indonesia untuk mempertahankan suku bunga acuan mencerminkan upaya untuk mengantisipasi gejolak global yang dapat mempengaruhi ekonomi Indonesia. Eisha Maghfiruha Rachbini menekankan bahwa langkah ini bertujuan untuk menjaga stabilitas pasar keuangan domestik. Dalam situasi ketidakpastian ekonomi global, kebijakan moneter yang stabil dapat membantu mengurangi risiko fluktuasi mata uang dan menjaga daya saing ekonomi nasional.
Selain itu, dampak dari kebijakan suku bunga The Fed juga perlu dipertimbangkan. Meskipun ada peluang pemangkasan suku bunga, prospeknya menjadi lebih rendah dibandingkan perkiraan sebelumnya. Kebijakan tarif AS berpotensi meningkatkan inflasi, yang akan mempengaruhi kebijakan The Fed dalam menurunkan FFR. Ini berarti bahwa Bank Indonesia harus bersiap-siap untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk memperkuat pasar keuangan dalam negeri. Para ekonom setuju bahwa kebijakan ini penting untuk memitigasi dampak negatif dari gejolak global dan menjaga pertumbuhan ekonomi yang stabil.