Di tengah perubahan dinamis dalam ekonomi global, kepercayaan investor terhadap dolar Amerika Serikat (AS) mulai menurun. Fenomena ini diiringi dengan meningkatnya risiko resesi di berbagai negara utama dunia, termasuk AS sendiri. Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, indeks dolar (DXY Index) mengalami penurunan signifikan sementara volatile index (VIX Index) terus naik. Hal ini mencerminkan ketidakpastian pasar yang semakin besar akibat kebijakan perdagangan protektif yang dicanangkan oleh Presiden AS Donald Trump. Sebaliknya, Indonesia masih menunjukkan probabilitas rendah terhadap ancaman resesi, yakni sekitar 5%, berdasarkan analisis dari Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.
Dalam suasana penuh tantangan pada musim semi tahun 2025, para pemimpin ekonomi Indonesia memberikan gambaran tentang situasi global yang semakin tidak menentu. Di acara Sarasehan Ekonomi Bersama Presiden Republik Indonesia di Jakarta, Sri Mulyani menyampaikan bahwa keyakinan pasar terhadap dolar AS telah goyah. Kebijakan tarif perdagangan yang diterapkan AS terhadap beberapa negara, termasuk Indonesia, memperburuk kondisi ini. Tarif retaliasi hingga 32% menjadi salah satu faktor yang mendorong kemungkinan resesi di AS mencapai 60%. Prediksi ini didukung oleh lembaga-lembaga investasi ternama seperti JP Morgan dan Goldman Sachs.
Berbeda dengan negara-negara maju lainnya, Indonesia menunjukkan daya tahan yang cukup baik. Airlangga Hartarto menekankan bahwa meskipun tekanan global meningkat, peluang resesi di Indonesia tetap rendah, hanya 5%. Angka ini jauh lebih kecil dibandingkan dengan Jepang (30%), Meksiko (54%), Jerman (50%), Kanada (48%), dan Rusia (25%). Faktor-faktor fundamental ekonomi nasional serta strategi mitigasi risiko yang efektif menjadi alasan utama stabilitas ekonomi Indonesia.
Investor global kini mulai mencari alternatif safe haven baru di tengah ketidakpastian tersebut. Dengan adanya pergeseran ini, mata uang-mata uang lain yang lebih stabil dapat mendapatkan peluang untuk menonjol.
Dari perspektif jurnalis atau pembaca, laporan ini memberikan pandangan penting tentang bagaimana kebijakan unilateral dapat memengaruhi stabilitas ekonomi global. Kita belajar bahwa kerja sama internasional yang inklusif sangatlah penting untuk menjaga ketahanan ekonomi dunia. Selain itu, Indonesia harus terus memperkuat posisi ekonominya agar dapat tetap tangguh menghadapi berbagai gejolak global yang mungkin datang di masa depan.