Mantan pilot Angkatan Udara Israel, Yonatan Shapira, memperlihatkan sikap kritis terhadap tindakan militer negaranya di wilayah Gaza. Dalam wawancaranya dengan Anadolu, Shapira menyoroti pentingnya mengakhiri pembantaian yang berlangsung dan menuduh negara-negara Barat turut serta mendukung genosida terhadap warga Palestina. Sebagai seseorang yang dulunya terlibat langsung dalam operasi militer selama intifada kedua, Shapira mengungkapkan rasa sesalnya atas perannya dan mempertanyakan moralitas serangan udara yang menyebabkan korban jiwa tak bersalah.
Yonatan Shapira, yang pensiun dari militer pada tahun 2003, telah menjadi bagian dari skuadron tempur Israel saat konflik intifada Palestina kedua mencapai puncaknya. Selama masa itu, dia menyaksikan sendiri dampak dari serangan-serangan militer yang ditujukan kepada warga sipil di Gaza, Tepi Barat, dan Lebanon. Dia menjelaskan bahwa salah satu pengalaman paling traumatis adalah ketika sebuah bom besar dilemparkan ke daerah pemukiman padat penduduk di tengah malam, menewaskan banyak orang, termasuk anak-anak.
Dalam pandangannya, tindakan ini tidak hanya melanggar hukum internasional tetapi juga mencerminkan bentuk terorisme yang dilakukan secara sistematis. Menurut Shapira, mereka yang bertanggung jawab atas pembantaian tersebut harus diproses secara hukum dan diberikan hukuman maksimal. Ia percaya bahwa jika para pelaku tahu akan ada konsekuensi serius atas tindakan mereka, mungkin mereka akan berpikir ulang sebelum melakukan aksi kekerasan seperti itu.
Selain itu, Shapira menyoroti peran negara-negara Barat dalam melanjutkan siklus kekerasan ini. Menurutnya, penyediaan senjata dan pesawat tempur kepada Israel tanpa adanya tekanan politik atau ekonomi signifikan adalah bentuk dukungan terselubung terhadap genosida yang sedang berlangsung. Ia menegaskan bahwa kegagalan dunia internasional untuk mengambil tindakan nyata adalah faktor utama yang membuat situasi di Gaza semakin memburuk.
Kritik keras Shapira mencerminkan urgensi untuk meninjau ulang hubungan diplomatik dan kerja sama militer antara negara-negara Barat dengan Israel. Tanpa langkah konkret untuk menghentikan dukungan senjata dan perlengkapan perang, kemungkinan besar kekerasan akan terus berlanjut dan merenggut lebih banyak korban tak bersalah di wilayah tersebut.
Perkembangan ini menunjukkan bahwa suara-suara kritis, bahkan dari mantan anggota militer Israel sendiri, dapat menjadi elemen penting dalam membuka mata dunia tentang realitas di balik konflik panjang ini. Mereka yang terlibat secara langsung memiliki perspektif unik yang dapat memberikan wawasan baru bagi pencarian solusi damai di wilayah tersebut.