China telah merilis dokumen resmi terbarunya yang menyoroti hak asasi manusia di wilayah yang dikenal sebagai Tibet. Namun, perubahan signifikan dalam terminologi digunakan untuk menghindari pengakuan historis terhadap Tibet. Dokumen ini mencerminkan upaya politik dan ideologis pemerintah China untuk membangun narasi baru yang kontroversial.
Dokumen tersebut tidak hanya mencerminkan pandangan hak-hak dasar manusia melalui lensa pemerintah China, tetapi juga menjadi indikator bagaimana propaganda dapat digunakan untuk membentuk persepsi global. Penggunaan kata "Xizang" alih-alih "Tibet" menunjukkan strategi sistematis untuk mengubah identitas budaya dan sejarah.
Pada rilis terbaru White Paper, China sengaja mengganti istilah "Tibet" dengan "Xizang". Perubahan ini bukanlah hal kecil melainkan refleksi dari reorientasi kebijakan yang bertujuan untuk menghapus jejak historis Tibet secara keseluruhan. Melalui pendekatan ini, pemerintah China berusaha mendefinisikan ulang wilayah yang memiliki latar belakang budaya dan politik unik.
Terminologi "Xizang" merepresentasikan langkah strategis Beijing untuk memperkuat klaimnya atas wilayah tersebut. Dengan menghilangkan referensi langsung kepada "Tibet", pemerintah berupaya meminimalkan diskusi internasional mengenai status historis dan kultural wilayah ini. Pendekatan ini menciptakan narasi bahwa wilayah tersebut selalu merupakan bagian integral dari China modern, meskipun fakta historis menunjukkan sebaliknya. Penghapusan identitas Tibet dari bahasa resmi menjadi tanda keberlanjutan strategi politik besar yang bertujuan untuk menyamarkan realitas yang ada.
Dokumen ini diklaim oleh pemerintah China sebagai representasi komitmen terhadap hak asasi manusia. Namun, banyak pihak internasional mengkritisi dokumen tersebut karena disangka menyembunyikan fakta penting. Fokus pada perlindungan hak demokrasi, ekonomi, sosial, budaya, agama, dan lingkungan hidup tampaknya bertentangan dengan realitas yang dilaporkan di lapangan.
Kritikus menuduh bahwa dokumen ini hanyalah alat propaganda untuk melegitimasi tindakan represif terhadap masyarakat lokal. Mengacu pada laporan independen, situasi hak asasi manusia di wilayah yang disebut "Xizang" jauh dari ideal. Ada kekhawatiran tentang pelanggaran terhadap kebebasan beragama, budaya, dan hak sipil lainnya. Dokumen ini gagal memberikan gambaran yang adil dan transparan tentang kondisi nyata yang dihadapi oleh penduduk setempat. Selain itu, dokumen ini sering kali digunakan sebagai alat untuk menyembunyikan praktik-praktik yang bertentangan dengan norma internasional.