Pada Sabtu (19/4/2025), insiden kekerasan yang menargetkan anak-anak terjadi di wilayah Tepi Barat yang diduduki. Dua anak Palestina menjadi korban penculikan oleh pemukim Israel di dekat Nablus. Insiden ini memicu kecaman dan perhatian serius atas dampak psikologis yang dialami para korban serta ketegangan yang berkepanjangan di kawasan tersebut.
Peristiwa memalukan ini bermula saat dua anak Palestina, Maryam (13 tahun) dan saudaranya Ahmed (3 tahun), sedang bermain di luar rumah mereka di pinggiran Beit Furik, sebelah timur Nablus. Sejumlah pemukim tiba-tiba mendekati mereka dari pos baru yang dibangun di tanah tersebut. Pemukim itu tidak hanya menculik kedua anak tersebut tetapi juga membawa mereka ke lokasi terpencil untuk mengikat mereka di pohon zaitun. Aksi brutal ini meninggalkan trauma mendalam bagi kedua anak korban maupun keluarga mereka.
Situasi makin memanas ketika salah satu anggota keluarga mencoba intervensi. Alih-alih meredakan situasi, pemukim malah melempari sepupu mereka dengan batu. Namun, upaya pengejaran oleh penduduk setempat berhasil menyelamatkan kedua anak tersebut sebelum keadaan semakin parah. Mohammed Hanani, paman dari anak-anak itu, melaporkan bahwa kedua cucunya ditemukan dalam kondisi pingsan dan diikat erat di pohon zaitun.
Ketegangan akibat insiden ini belum mereda. Meskipun tidak ada cedera fisik yang signifikan, dampak psikologisnya sangat dirasakan. Salah satu putri Mohammed masih enggan meninggalkan rumah karena trauma yang dialaminya. Kasus ini menyoroti bagaimana konflik berlarut-lama telah menciptakan lingkungan yang penuh rasa takut bagi warga lokal, terutama anak-anak.
Berita ini menunjukkan urgensi perlindungan hak asasi manusia, terutama bagi anak-anak yang rentan terhadap aksi kekerasan. Para aktivis hak asasi manusia internasional telah menyerukan tindakan konkret untuk mengakhiri siklus kekerasan yang terus-menerus di wilayah tersebut.