Dalam sebuah acara internasional di Osaka, dua perwakilan wanita dari Indonesia memperkenalkan konsep keberlanjutan melalui bambu. Mereka menunjukkan bagaimana perempuan dapat menjadi agen perubahan dalam menjaga lingkungan dan mengembangkan nilai ekonomi lokal dengan bahan alami yang ada di sekitar mereka. Wanita-wanita ini tidak hanya berbicara tentang pelestarian, tetapi juga membuktikan bahwa bambu bisa menjadi sumber penghidupan baru bagi komunitasnya.
Keterlibatan perempuan dalam proyek-proyek lingkungan seperti ini semakin menunjukkan pentingnya kolaborasi lintas gender untuk menciptakan dampak yang lebih besar. Melalui inisiatif mereka, para perempuan ini berhasil menghasilkan produk-produk bernilai tinggi seperti teh bambu, biochar, dan kerajinan tangan lainnya. Dukungan dari berbagai pihak telah memperkuat upaya ini, membuatnya menjadi inspirasi global.
Bambu memiliki hubungan erat dengan kehidupan masyarakat Nusa Tenggara Timur, terutama bagi Mama Paula Thresia dan Mama Florentina Ceme Owa. Bagi mereka, bambu bukan sekadar tanaman, tetapi simbol budaya yang menyatu dalam setiap aspek kehidupan mulai dari kelahiran hingga kematian. Oleh karena itu, melestarikan bambu menjadi misi utama mereka untuk menjaga warisan budaya tersebut.
Mama Paula menjelaskan bahwa upaya pembibitan dan penanaman bambu dilakukan secara aktif di sekitar mata air serta lahan-lahan kritis. Ini bertujuan untuk memastikan keberlanjutan lingkungan serta mendukung ekonomi lokal. Produk-produk inovatif seperti teh bambu, biochar, dan kerajinan tangan lainnya telah diciptakan sebagai bentuk pemanfaatan optimal dari bahan alami ini. Selain itu, perempuan desa juga diberdayakan untuk menjadi motor perubahan melalui kesadaran kolektif dan kepercayaan diri mereka sendiri. Kolaborasi antara kelompok-kelompok seperti Delima dan Yayasan Bambu Lingkungan Lestari (YBLL) telah memperkuat dukungan dalam menjaga keberlangsungan usaha ini.
Selain fokus pada pelestarian bambu, kelompok Mama Bamboo juga mengelola area hutan yang telah mendapat izin pengelolaan sejak tahun 2022. Upaya ini melibatkan ribuan batang bambu yang telah ditanam, dengan target yang lebih besar untuk tahun-tahun mendatang. Monica Tanuhandaru, Ketua YBLL, menegaskan bahwa perlindungan alam adalah bagian integral dari kehidupan sehari-hari perempuan di Nusa Tenggara Timur, bukan sekadar proyek sementara.
Para perempuan ini menerima dukungan signifikan dari organisasi-organisasi seperti Environmental Family Foundation dan Cartier Osaka. Hal ini memperlihatkan betapa pentingnya kerja sama lintas sektor dalam mencapai tujuan keberlanjutan. Di Women’s Paviliun World Expo 2025 Osaka, inisiatif ini dipamerkan bersama sepeda bambu hasil karya Singgih S Kartono, menunjukkan potensi bambu dalam berbagai aplikasi modern. Acara talkshow dan workshop pembuatan teh bambu juga menjadi momen penting untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan audiens internasional. Kehadiran Mama Bamboo di panggung internasional ini menunjukkan peran vital perempuan dalam pelestarian alam dan pengelolaan pangan.