Meningkatnya performa ekonomi Indonesia tercermin dari surplus perdagangan yang signifikan, yang turut memperkuat nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Pada awal pekan ini, mata uang nasional berhasil menunjukkan tren penguatan seiring data positif dari Badan Pusat Statistik (BPS). Surplus perdagangan bulan Maret mencatat angka yang jauh lebih tinggi dibandingkan proyeksi pasar, yaitu sebesar US$4,33 miliar. Hal ini memberikan dorongan besar bagi apresiasi rupiah hingga posisi Rp16.800 per dolar.
Surplus perdagangan yang solid menjadi indikator penting kestabilan ekonomi Indonesia. Penurunan impor dan peningkatan ekspor minyak serta gas berkontribusi pada hasil positif ini. Menurut catatan resmi, ekspor meningkat secara signifikan hingga mencapai US$23,25 miliar, sementara impor hanya naik tipis menjadi US$18,92 miliar. Kepala BPS menjelaskan bahwa surplus ini merupakan bagian dari tren positif selama 59 bulan berturut-turut, dengan total surplus kumulatif hingga Maret 2025 mencapai US$10,92 miliar. Sektor nonmigas menjadi andalan utama dalam pencapaian ini, meskipun sektor migas masih mengalami defisit.
Pencapaian surplus perdagangan yang kuat tidak hanya memperkuat cadangan devisa negara tetapi juga meningkatkan keyakinan investor internasional terhadap stabilitas ekonomi Indonesia. Dengan adanya lebih banyak pendapatan dari ekspor, rupiah dapat bersaing lebih kompetitif di pasar global. Keberhasilan ini menunjukkan bahwa upaya pemerintah untuk meningkatkan daya saing ekspor sedang berjalan efektif. Selain itu, penguatan rupiah juga mencerminkan optimisme terhadap prospek ekonomi Indonesia di masa mendatang, yang akan semakin menarik minat investasi asing.