Pengaturan baru mengenai batasan penolakan otomatis telah diperkenalkan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI). Perubahan ini menyesuaikan tingkat penolakan bawah menjadi 15%, yang sebelumnya memiliki keseimbangan simetris dengan aturan lainnya. Hal ini berlaku untuk efek saham di berbagai papan serta produk keuangan seperti ETF dan DIRE, terlepas dari rentang harga mereka. Keputusan ini dirilis melalui pengumuman bersama antara BEI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), mencerminkan upaya untuk meningkatkan fleksibilitas pasar.
Berbeda dari pendekatan asimetris yang diterapkan di BEI, banyak bursa regional tetap mempertahankan sistem penolakan simetris. Sebagai contoh, Bursa Malaysia menetapkan ambang batas penolakan atas dan bawah sebesar 30%. Sementara itu, di Singapura, kebijakan ini menggunakan patokan +30 tick secara simetris. Thailand dan Vietnam juga menerapkan metode serupa, meskipun dengan persentase yang berbeda-beda. Selain itu, bursa besar Asia seperti Korea Selatan, Taiwan, dan Shanghai tetap setia pada model simetris dalam pengelolaan risiko pasar.
Dengan langkah inovatif ini, BEI menunjukkan komitmennya untuk menyesuaikan regulasi agar lebih sesuai dengan dinamika pasar lokal. Meskipun ada perbedaan signifikan dengan beberapa bursa tetangga, kebijakan ini diyakini dapat memberikan ruang bagi investor untuk membuat keputusan yang lebih strategis. Lebih jauh lagi, implementasi pola asimetris ini dapat memperkuat stabilitas pasar keuangan tanpa mengorbankan transparansi dan efisiensi. Dengan demikian, BEI tidak hanya memenuhi kebutuhan nasional tetapi juga mempersiapkan diri untuk bersaing secara global.