Dalam situasi perlambatan ekonomi global, para investor mulai beralih ke aset safe haven yang lebih stabil. Meskipun dolar AS selama ini menjadi pilihan utama, saat ini tren ini berubah karena tekanan ekonomi akibat perang dagang dan ketegangan politik internal di Amerika Serikat. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mencatat bahwa yen Jepang dan euro kini menjadi primadona baru bagi pelaku pasar. Nilai tukar yen dan euro menguat secara signifikan dibandingkan dolar AS dan rupiah.
Kondisi ini dipicu oleh ketidakpastian ekonomi global yang berasal dari kebijakan proteksionisme perdagangan Presiden Donald Trump serta hubungan tegang antara dia dengan The Federal Reserve. Akibatnya, indeks dolar AS mengalami penurunan terbesar dalam sejarah masa kepresidenannya, memberikan ruang bagi mata uang lain seperti euro, franc Swiss, dan yen untuk menunjukkan performa yang lebih baik.
Saat ini, para investor semakin ragu untuk memilih dolar AS sebagai aset safe haven. Perubahan ini disebabkan oleh faktor-faktor eksternal seperti perang dagang yang dipicu oleh kebijakan proteksionisme Amerika Serikat serta konflik internal antara pemerintahan AS dan bank sentralnya. Sebagai hasilnya, yen Jepang dan euro Eropa mulai mendominasi perhatian pasar internasional.
Berdasarkan data hingga April 2025, yen Jepang telah menguat sebesar 9,3% terhadap dolar AS, sementara euro juga menunjukkan penguatan serupa sebesar 9,1%. Penguatan ini bertentangan dengan pelemahan nilai tukar dolar AS yang mencapai 8,5% dalam periode yang sama. Rupiah Indonesia pun tidak luput dari dampak ini, dengan kontraksi sebesar 4,5%. Kenaikan yen dan euro menunjukkan preferensi pasar yang bergeser ke arah stabilitas ekonomi dan kebijakan moneter yang lebih transparan. Oleh karena itu, yen dan euro kini menjadi alternatif investasi yang lebih menjanjikan bagi para pelaku pasar global.
Pelemahan dolar AS tidak hanya disebabkan oleh faktor eksternal tetapi juga oleh dinamika domestik yang kompleks. Salah satu penyebab utama adalah perselisihan antara Presiden Donald Trump dan Gubernur The Federal Reserve, Jerome Powell, yang memperburuk ketidakpastian pasar. Selain itu, kebijakan tarif tinggi yang diterapkan kepada mitra dagang utama AS juga memicu ketegangan perdagangan global.
Trump sendiri telah menekan The Federal Reserve untuk menurunkan suku bunga guna mendorong pertumbuhan ekonomi AS. Namun, langkah ini justru memperbesar ketidakpastian di pasar keuangan global. Indeks dolar AS merosot tajam sejak awal masa kepresidenan Trump II, bahkan mencatat penurunan terbesar dalam 100 hari pertama sebuah masa kepresidenan AS. Data Refinitiv menunjukkan bahwa indeks dolar turun sebesar 9% sejak pelantikan Trump pada Januari 2025 hingga April 2025. Kebijakan proteksionisme perdagangan Trump juga mendorong aliran modal keluar dari AS, memperlemah posisi dolar AS sebagai aset safe haven. Di sisi lain, euro, franc Swiss, dan yen masing-masing menguat lebih dari 8% terhadap dolar selama periode tersebut, menunjukkan bahwa investor semakin percaya pada stabilitas ekonomi negara-negara pengguna mata uang tersebut.