Berita
Potensi PHK Massal Akibat Kebijakan Pemerintah di Industri Tembakau
2025-05-09

Kebijakan pemerintah yang menekan industri hasil tembakau (IHT) memicu kekhawatiran serius terhadap peningkatan pengangguran dan kemiskinan. Ancaman ini dipertegas dengan diterapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024, yang membatasi kandungan gula, garam, lemak serta menerapkan larangan zonasi penjualan dan iklan rokok. Serikat pekerja menyoroti pentingnya sinergi antara Kementerian Kesehatan dan Ketenagakerjaan untuk menghindari dampak negatif terhadap lapangan kerja.

Keputusan tersebut dapat berdampak pada pelemahan daya beli masyarakat serta gangguan pertumbuhan ekonomi nasional. Dalam konteks ketidakstabilan ekonomi global, adanya aturan baru ini dirasakan semakin memberatkan dunia usaha dan para pekerja di sektor IHT. Muncul desakan agar pemerintah mencari solusi komprehensif demi menjaga keseimbangan antara kesehatan masyarakat dan keberlangsungan tenaga kerja.

Dampak Ekonomi dari Regulasi Baru

Regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah, khususnya PP 28/2024, membawa tantangan besar bagi industri tembakau. Potensi PHK massal menjadi salah satu konsekuensi utama jika regulasi ini tidak disusun secara hati-hati. Selain itu, turunnya produksi di sektor ini dapat menyebabkan meningkatnya angka pengangguran dan kemiskinan, yang pada akhirnya akan memengaruhi daya beli masyarakat luas.

Pemberlakuan batasan kandungan gula, garam, dan lemak dalam produk olahan tembakau, serta larangan zonasi penjualan dan iklan rokok, merupakan langkah yang dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran kesehatan publik. Namun, hal ini juga menimbulkan risiko signifikan bagi pekerja di industri tembakau. Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, menyoroti bahwa regulasi ketat dari Kementerian Kesehatan tanpa mempertimbangkan aspek ekonomi dan ketenagakerjaan dapat berujung pada PHK besar-besaran. Dia menekankan perlunya pendekatan holistik dalam merumuskan kebijakan, sehingga keseimbangan antara kesehatan masyarakat dan stabilitas lapangan kerja tetap terjaga.

Solusi Sinergis Antara Kemenkes dan Kemenaker

Meningkatnya ancaman PHK memperlihatkan urgensi kolaborasi antara Kementerian Kesehatan dan Kementerian Ketenagakerjaan. Saat ini, belum ada kesepakatan konkret antara kedua institusi tersebut, padahal peraturan dari Kemenkes bisa berdampak langsung pada status pekerja di industri tembakau. Oleh karena itu, dibutuhkan upaya bersama untuk menciptakan solusi win-win bagi semua pihak yang terlibat.

Said Iqbal mendesak adanya dialog intensif antara Kemenkes dan Kemenaker guna menemukan jalan tengah yang mempertimbangkan kepentingan keduanya. Menurutnya, pembatasan produk rokok harus dilakukan secara bertahap dan didukung oleh strategi mitigasi yang efektif, seperti pelatihan ulang pekerja atau diversifikasi produk. Selain itu, dia menegaskan bahwa pendekatan ego sektoral hanya akan memperburuk situasi. Kolaborasi yang solid antara kementerian terkait sangat diperlukan untuk memastikan bahwa kebijakan kesehatan tidak melupakan dampak sosial-ekonomi yang lebih luas. Melalui pendekatan yang inklusif dan berkelanjutan, pemerintah dapat menghindari konflik kepentingan dan meminimalisir risiko PHK yang dapat merusak struktur ekonomi nasional.

more stories
See more