Situasi ekonomi global yang penuh ketidakpastian mulai menunjukkan dampaknya pada proyeksi pertumbuhan negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Pada tahun 2025, Bank Indonesia memperkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi nasional akan berada di bawah angka 5,1%. Penurunan ini tidak lepas dari pengaruh kenaikan tarif impor oleh Amerika Serikat serta perlambatan ekonomi secara global. Selain itu, lembaga internasional seperti Bank Dunia dan IMF juga merevisi proyeksi mereka menjadi sekitar 4,7%, mencerminkan tantangan yang lebih besar bagi perekonomian Indonesia.
Pandangan serupa diungkapkan oleh Steven Satya Yudha, Direktur Ashmore Asset Management Indonesia, yang mengaitkan penurunan harapan terhadap prospek ekonomi dengan isu perang dagang antara Amerika Serikat dan China. Meskipun demikian, Steven optimistis bahwa upaya negosiasi perdagangan antara Indonesia dan Amerika Serikat dapat membuka peluang untuk meningkatkan aliran investasi ke pasar keuangan domestik. Namun, efek samping dari perang dagang tetap menjadi risiko yang harus diwaspadai. Dalam konteks ini, posisi Indonesia yang relatif netral di antara dua kekuatan besar tersebut justru menjadikannya destinasi investasi yang menarik.
Di tengah situasi yang dinamis ini, penting bagi Indonesia untuk memperkuat daya tahan ekonominya melalui langkah-langkah strategis. Negosiasi perdagangan yang bijaksana serta fokus pada diversifikasi pasar ekspor bisa menjadi kunci untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional. Lebih dari itu, Indonesia memiliki potensi besar untuk menarik minat investor asing berkat stabilitas politik dan fundamental ekonomi yang kuat. Dengan pendekatan yang tepat, Indonesia dapat memitigasi dampak negatif dari ketegangan global dan tetap menjadi pemain utama dalam panggung ekonomi dunia.