Pada April 2025, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengumumkan bahwa sebanyak 21 perusahaan tercatat telah merencanakan pembelian kembali saham mereka tanpa persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Anggaran total yang dialokasikan untuk proses ini mencapai Rp 14,97 triliun. Menurut Inarno Djajadi, anggota Dewan Komisioner OJK pengawas pasar modal, langkah ini bertujuan untuk mengantisipasi volatilitas pasar dan memperkuat posisi keuangan emiten. Dari jumlah tersebut, sekitar 15 perusahaan sudah melaksanakan rencana buyback dengan nilai realisasi mencapai Rp 430 miliar.
Dalam periode musim semi tahun 2025, perkembangan signifikan terjadi di sektor pasar modal Indonesia. Sebanyak 21 emiten secara proaktif mengambil langkah strategis untuk membeli kembali saham mereka sendiri tanpa harus mengadakan rapat umum pemegang saham. Hal ini dilakukan berdasarkan aturan Peraturan OJK Nomor 13 Tahun 2023 dan Nomor 9 Tahun 2023. Salah satu faktor utama yang menjadi pertimbangan adalah kondisi arus kas yang memadai pada perusahaan-perusahaan tersebut.
Inarno Djajadi, dalam sebuah konferensi pers di Jakarta pada hari Jumat (11/4/2025), menjelaskan bahwa meskipun OJK tidak melakukan analisis mendalam terkait jumlah emiten yang memenuhi kriteria arus kas, lembaga tersebut tetap memantau perkembangan situasi secara cermat. Langkah ini diambil guna menjamin stabilitas pasar serta menghindari risiko negatif akibat fluktuasi harga saham. Proses buyback juga memberikan ruang bagi emiten untuk meningkatkan nilai perusahaan dan menunjukkan keyakinan terhadap prospek bisnis mereka.
Dari total anggaran Rp 14,97 triliun yang direncanakan, baru sekitar 3% atau Rp 430 miliar yang berhasil direalisasikan oleh 15 perusahaan. Potensi sisa anggaran masih sangat besar, sehingga diharapkan dapat dimanfaatkan secara efektif untuk mendukung ketahanan pasar modal nasional.
OJK terus berkomitmen untuk menjaga stabilitas pasar dengan melakukan monitoring berkala dan mengambil tindakan responsif sesuai kebutuhan.
Dari perspektif seorang jurnalis, fenomena ini memberikan pelajaran penting tentang pentingnya fleksibilitas dalam regulasi pasar modal. Dengan adanya mekanisme buyback yang lebih mudah diakses, perusahaan memiliki alat tambahan untuk mengelola volatilitas pasar tanpa harus melalui prosedur formal yang rumit. Namun, penting bagi regulator seperti OJK untuk tetap waspada terhadap potensi risiko yang mungkin timbul dari praktik ini. Dengan pendekatan yang seimbang antara deregulasi dan pengawasan ketat, pasar modal Indonesia dapat semakin berkembang dan menjadi lebih kompetitif di kancah internasional.