Mata uang Indonesia, rupiah, menguat terhadap dolar AS di tengah harapan pasar akan data ekonomi Amerika yang akan dirilis. Penguatan ini terjadi setelah defisit perdagangan barang AS mencapai rekor tertinggi, memicu spekulasi tentang langkah-langkah stimulus tambahan oleh pemerintah AS. Rupiah bergerak di level terkuatnya dalam sebulan terakhir, sementara perhatian dunia tertuju pada pengumuman inflasi dan pertumbuhan ekonomi AS.
Pada hari Rabu pagi, kurs rupiah meloncat ke angka Rp16.665 per dolar AS, naik lebih dari 0,5%. Kenaikan ini terjadi karena para pelaku pasar menunggu pengumuman penting terkait inflasi dan kinerja ekonomi AS. Indeks harga PCE Maret dan perkiraan awal GDP triwulan pertama menjadi sorotan investor global. Selain itu, ketegangan dagang antara AS dengan mitra dagang utamanya juga turut memengaruhi dinamika pasar keuangan.
Di sisi lain, Presiden AS Donald Trump telah menandatangani beberapa dekrit untuk meredam dampak tarif otomotif baru yang ia umumkan. Dekrit tersebut termasuk insentif pajak serta pengurangan beban material tertentu. Langkah ini diharapkan dapat meringankan tekanan pada industri manufaktur AS. Selain itu, negosiasi perdagangan dengan India, Jepang, dan Korea Selatan sedang berlangsung guna menstabilkan hubungan ekonomi bilateral.
Sementara itu, lonjakan defisit perdagangan barang AS pada bulan Maret mencapai US$162 miliar, melebihi proyeksi pasar. Hal ini didorong oleh peningkatan volume impor secara drastis, kemungkinan sebagai respons terhadap tarif yang diumumkan Trump awal bulan lalu. Situasi ini membuat pasar waspada terhadap risiko perlambatan ekonomi global.
Penguatan rupiah di tengah ketidakpastian ekonomi global menunjukkan optimisme investor terhadap stabilitas moneter Indonesia. Meskipun tantangan masih ada, indikator ini memberikan sinyal positif bagi prospek ekonomi nasional. Para analis memperkirakan bahwa kebijakan moneternya akan tetap hati-hati untuk menjaga daya saing mata uang domestik.