Pemimpin negara Ukraina, Volodymyr Zelensky, menyoroti pelanggaran besar selama periode gencatan senjata yang diumumkan Rusia. Menurutnya, pasukan Rusia telah melanggar kesepakatan hampir 3.000 kali dalam waktu kurang dari sehari. Gencatan senjata ini awalnya dicanangkan oleh Presiden Rusia Vladimir Putin untuk berlangsung selama 30 jam pada Sabtu lalu. Dalam sebuah pernyataan publik di platform media sosial, Zelensky menjelaskan bahwa respons tindakan militer Ukraina akan selalu proporsional terhadap serangan Rusia, meskipun ia berharap kedamaian dapat dipertahankan.
Menurut informasi yang disampaikan oleh pemerintah Ukraina, lebih dari 1.800 proyektil ditembakkan ke arah posisi tentara Ukraina selama masa gencatan senjata tersebut. Lebih dari setengah dari serangan itu menggunakan senjata berat. Selain itu, pasukan Rusia juga mencatat sekitar 96 operasi penyerangan langsung di garis depan pertempuran. Salah satu lokasi yang paling terkena dampak adalah kota Pokrovsk di wilayah Donetsk. Kota ini memiliki nilai strategis penting karena letaknya sebagai pusat logistik utama bagi pasukan Ukraina.
Kota Pokrovsk menjadi sasaran utama akibat infrastruktur pentingnya seperti stasiun kereta api dan jalur jalan strategis. Sebelum konflik, kota ini memiliki populasi sekitar 69.000 jiwa. Para ahli militer menyebut bahwa jika kontrol atas kota ini hilang, maka seluruh barisan pertahanan Ukraina di wilayah tersebut dapat runtuh. Militer Ukraina sangat bergantung pada akses logistik melalui kota ini untuk mendukung operasi mereka di medan perang.
Serangan udara Rusia tidak hanya terjadi di wilayah Donetsk tetapi juga menyebar ke daerah lainnya. Di wilayah Kherson di bagian selatan Ukraina, serangan yang dilakukan selama masa gencatan senjata tersebut telah menewaskan tiga orang, menurut laporan pejabat lokal. Insiden ini menunjukkan bahwa komitmen terhadap gencatan senjata tampaknya tidak sepenuhnya dihormati oleh pihak Rusia.
Peristiwa ini menyoroti ketegangan yang semakin memanas di antara kedua belah pihak. Meskipun ada upaya formal untuk menghentikan pertempuran, realitas lapangan menunjukkan bahwa konflik masih berlanjut tanpa henti. Ini juga menimbulkan keraguan tentang kemungkinan pencapaian perdamaian jangka panjang di wilayah tersebut.