Bank Indonesia (BI) memberikan kepastian bahwa pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, yang saat ini telah mencapai angka Rp 16.800 per dolar, tidak akan memicu krisis utang atau meningkatkan tekanan inflasi secara signifikan. Juda Agung, Deputi Gubernur BI, menegaskan bahwa risiko krisis utang akibat fluktuasi kurs telah diminimalkan melalui adanya kewajiban lindung nilai bagi sektor industri dan korporasi. Selain itu, meskipun ada lonjakan inflasi bulanan pada Maret 2025, BI menyatakan bahwa kondisi masih berada dalam batas kendali dan sesuai dengan target inflasi tahunan.
Pada hari Selasa di Jakarta, Juda Agung menjelaskan bahwa penggunaan mekanisme hedging menjadi faktor penting dalam mengurangi potensi kerugian akibat volatilitas kurs. Hal ini membuat eksposur utang dalam mata uang asing lebih aman dibandingkan periode sebelumnya. "Sistem lindung nilai yang sudah diterapkan oleh korporasi membantu meredam dampak negatif dari pelemahan rupiah," ungkapnya.
Mengenai tekanan inflasi, Juda juga menekankan bahwa kondisi ekonomi tetap stabil meskipun Indeks Harga Konsumen (IHK) naik pada bulan Maret. IHK mencatat pertumbuhan month to month (mtm) sebesar 1,65% dan year on year (yoy) sebesar 1,03%. Angka tersebut masih berada dalam rentang target inflasi BI untuk tahun ini, yaitu 2,5% ± 1%. "Angka inflasi yang terjadi masih terkendali dan jauh dari tingkat yang dapat membahayakan perekonomian nasional," tuturnya.
Pelemahan rupiah terhadap dolar AS disebabkan oleh ketidakpastian global, termasuk eskalasi perang dagang antara negara-negara besar. Data Refinitiv menunjukkan bahwa kurs rupiah ditutup pada posisi Rp 16.860 per dolar AS pada tanggal 8 April 2025, mengalami depresiasi sebesar 1,84%. Penurunan ini bertolak belakang dengan tren positif yang terjadi pada penutupan perdagangan 27 Maret 2025, ketika rupiah menguat sebesar 0,12%. Sementara itu, indeks dolar (DXY) turun 0,13% menjadi 103,12.
Kesimpulan dari situasi ini adalah bahwa meskipun rupiah mengalami pelemahan signifikan, langkah-langkah pencegahan seperti hedging dan pengawasan ketat atas inflasi telah berhasil mencegah dampak negatif yang lebih luas. BI tetap optimistis bahwa stabilitas makroekonomi dapat dipertahankan tanpa harus khawatir tentang ancaman krisis utang atau lonjakan inflasi yang tak terkendali.