Sebuah pernyataan kontroversial dari seorang influencer asal Jepang telah memicu perdebatan sengit di media sosial. Hezuruy, yang memiliki lebih dari 400 ribu pengikut, menuduh turis China mencuri listrik dengan menggunakan colokan umum di tempat publik. Dalam unggahannya, ia bahkan mengungkapkan agar para turis ini kembali ke negara asal mereka jika tidak mampu mematuhi aturan lokal. Unggahan tersebut mendapatkan respons beragam, mulai dari dukungan hingga kritik atas sikap diskriminatif yang dianggap ditunjukkan.
Pada akhir April lalu, influencer bernama Hezuruy memposting foto seorang turis China yang sedang duduk di lantai sambil mengisi daya ponselnya melalui colokan umum di fasilitas publik. Ia menyampaikan bahwa tindakan ini melibatkan pelanggaran aturan karena beberapa turis nekat mencabut penutup atau lakban untuk mendapatkan akses listrik. Situasi ini semakin memanas ketika ia juga menyoroti penggunaan colokan di toilet difabel selama waktu yang lama, sehingga mengganggu orang tua dengan anak kecil.
Dalam unggahannya, Hezuruy menekankan pentingnya penghormatan terhadap aturan umum di negara tujuan wisata. Ia menegaskan bahwa jika turis tidak bisa mengikuti norma-norma sosial yang ada, maka mereka sebaiknya kembali ke negara asal mereka. Pernyataan ini langsung menuai reaksi beragam dari warganet Jepang maupun internasional.
Banyak netizen Jepang yang setuju bahwa turis harus lebih memahami dan menghormati aturan lokal. Terlebih lagi, dalam beberapa kasus, penggunaan listrik tanpa izin dianggap ilegal di Jepang. Sebagai contoh, pada tahun 2010, seorang pria di Osaka dipenjara selama satu tahun karena menggunakan listrik senilai kurang dari satu yen dari colokan bersama di gedung apartemennya. Namun, di sisi lain, banyak pula yang mengkritik pendekatan Hezuruy sebagai provokatif dan diskriminatif terhadap turis China.
Tak hanya itu, peristiwa ini juga membuka ruang diskusi tentang minimnya infrastruktur ramah wisatawan di Jepang. Banyak pengguna media sosial menyoroti perlunya penyediaan lebih banyak fasilitas isi daya gratis bagi pelancong asing. Hal ini menjadi sorotan mengingat reputasi Jepang sebagai salah satu negara dengan layanan terbaik di Asia.
Perdebatan ini menunjukkan kompleksitas hubungan antara turis dan masyarakat lokal di era globalisasi. Di satu sisi, ada kebutuhan untuk menjaga integritas aturan lokal, namun di sisi lain, ada tantangan untuk memberikan pengalaman yang nyaman bagi para pelancong. Diskusi ini kemungkinan besar akan terus berkembang, mengingat pentingnya harmoni budaya dalam industri pariwisata modern.