Salah satu tokoh paling berpengaruh di dunia teknologi, Bill Gates, baru-baru ini mengungkapkan penyesalannya atas keputusan untuk meninggalkan pendidikan formalnya. Ketika berusia dua puluh tahun, ia memilih jalan yang tidak biasa dengan menunda kelanjutan studinya di Harvard demi mendirikan perusahaan perangkat lunak. Meski telah mencapai kesuksesan luar biasa melalui Microsoft, Gates masih merindukan suasana akademik yang diperolehnya di perguruan tinggi tersebut.
Ketertarikan Gates pada perkembangan teknologi microprocessor menjadi titik balik dalam hidupnya. Ia dan rekannya, Paul Allen, yakin bahwa inovasi tersebut akan merevolusi cara manusia berinteraksi dengan komputer. Setelah melihat prototipe awal dari Altair 8800, mereka percaya bahwa momen itu adalah kesempatan emas untuk memimpin revolusi digital. Namun, meski berhasil mewujudkan impian tersebut, Gates tetap merasa ada hal yang kurang dalam karirnya tanpa gelar sarjana. Bahkan setelah Microsoft mencapai puncak kesuksesan, ia sempat kembali ke Harvard selama beberapa semester, berusaha menyeimbangkan antara tanggung jawab bisnis dan hasrat belajar.
Meskipun Gates mencapai sukses besar tanpa menyelesaikan pendidikan formalnya, ia menekankan pentingnya pengetahuan luas bagi generasi muda. Menurutnya, pendidikan bukan hanya tentang gelar, tapi juga tentang rasa ingin tahu dan kemampuan untuk terus belajar sepanjang hayat. Dengan demikian, Gates mendorong orang-orang untuk menghargai proses belajar dan tidak serta merta menyerah pada pendidikan formal hanya karena merasa memiliki potensi bisnis yang besar. Pendekatan ini menunjukkan sikap positif dan progresif terhadap pembelajaran seumur hidup.