Berita
Penggusuran Terancam: Kondisi Suram Warga Palestina di Tepi Barat
2025-04-05

Dua organisasi hak asasi manusia Israel, Yesh Din dan Physicians for Human Rights Israel (PHRI), mengungkapkan kekhawatiran mendalam terkait strategi pemerintah Israel yang diduga mendukung pemindahan paksa warga Palestina di Tepi Barat. Laporan mereka menunjukkan bahwa langkah-langkah ini bukan hanya hasil tindakan individu tetapi bagian dari strategi jangka panjang untuk mengosongkan wilayah tertentu dari penduduk aslinya. Dengan fokus pada Area C, yang mencakup 60% Tepi Barat, praktik ini melibatkan kombinasi penindasan institusional, ancaman fisik, tekanan psikologis, serta kerugian ekonomi besar-besaran. Situasi ini diperparah oleh perang berkepanjangan sejak Oktober 2023, yang telah menyebabkan korban jiwa signifikan dan meningkatnya ketegangan antara kedua belah pihak.

Situasi Memanas di Tepi Barat: Ancaman Penggusuran Meningkat

Di tengah musim semi yang membawa harapan bagi banyak orang, kenyataan di Tepi Barat tampak suram. Pada tanggal 2 April 2025, pasukan Israel melakukan invasi ke Kamp Pengungsi al-Dahisha di Bethlehem, memberikan peringatan tentang rencana penggusuran warga Palestina. Berdasarkan laporan dua kelompok hak asasi manusia Israel, tindakan ini tidak hanya bersifat insidentil tetapi merupakan bagian dari pola sistematis yang disponsori negara.

Laporan tersebut menjelaskan bahwa dalam kurun waktu kurang dari dua tahun, luas tanah sekitar 100.000 dunam di sebelah timur Allon Road hampir sepenuhnya dikosongkan dari warga Palestina yang telah menetap selama puluhan tahun. Metode yang digunakan meliputi penindasan berkelanjutan, serangan fisik, intimidasi psikologis, dan beban ekonomi yang sangat berat. Hal ini membuat para warga merasa terpaksa meninggalkan rumah mereka.

Area C menjadi pusat perhatian karena kendali administratif dan keamanannya sepenuhnya berada di tangan Israel sesuai Perjanjian Oslo 1995. Komunitas internasional, termasuk PBB, telah berkali-kali mengecam permukiman Israel sebagai ilegal menurut hukum internasional. Mahkamah Internasional (ICJ) bahkan memerintahkan evakuasi semua permukiman Israel di Tepi Barat dan Yerusalem Timur, meskipun tindakan konkret belum terlihat.

Berdasarkan data resmi Palestina, sejak awal konflik baru pada Oktober 2023, lebih dari 944 warga Palestina tewas, ribuan lainnya cedera, dan puluhan ribu ditangkap. Angka-angka ini mencerminkan eskalasi kekerasan yang signifikan di seluruh Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur.

Menyikapi laporan ini, pemerintah Israel hingga saat ini tetap diam tanpa memberikan tanggapan resmi.

Walaupun komunitas internasional telah berulang kali memperingatkan bahaya perluasan permukiman Israel terhadap solusi dua negara, implementasi nyata dari peringatan-peringatan ini masih belum terwujud.

Bagi pembaca, situasi ini mengundang refleksi mendalam tentang pentingnya dialog damai dan solusi diplomatik yang adil. Perlunya perlindungan internasional yang lebih kuat bagi warga sipil di wilayah konflik juga semakin jelas. Melalui pemahaman akan kompleksitas isu ini, masyarakat global dapat lebih proaktif dalam mendorong perdamaian yang berkelanjutan. Tanpa intervensi serius, risiko terjadinya siklus kekerasan tanpa akhir terus menghantui kedua belah pihak.

More Stories
see more