Nilai tukar rupiah mengalami perbaikan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di tengah ketegangan dagang global yang dipicu oleh kebijakan baru pemerintah AS. Meskipun menguat pada hari tertentu, secara keseluruhan nilai rupiah masih menunjukkan pelemahan dalam beberapa minggu terakhir. Hal ini sejalan dengan langkah-langkah proteksionis perdagangan dari Presiden AS Donald Trump, termasuk penerapan tarif impor mobil sebesar 25%. Di sisi lain, pemerintah Indonesia berupaya menjaga stabilitas ekonomi melalui deregulasi dan meningkatkan kinerja ekspor.
Di tengah situasi geopolitik yang tidak menentu, rupiah berhasil menunjukkan penguatan tipis terhadap dolar AS meskipun fluktuasi pasar valuta asing tetap menjadi tantangan besar. Pada periode tertentu, rupiah ditutup pada posisi Rp16.590/US$, menunjukkan peningkatan sebesar 0,12% dibandingkan hari sebelumnya. Namun, secara mingguan, mata uang nasional ini masih menunjukkan tren melemah hingga mencapai 0,36%. Faktor utama yang memengaruhi ini adalah ketegangan akibat kebijakan perdagangan baru AS yang memperburuk suasana global.
Ketidakpastian semakin meningkat setelah pengumuman tarif impor mobil sebesar 25% oleh pemerintah AS. Keputusan ini diharapkan akan memberikan tekanan tambahan pada mitra dagang utama AS, serta memengaruhi harga kendaraan di pasar internasional. Tarif tersebut juga diperkirakan akan berdampak langsung pada industri otomotif global, yang kemudian dapat mempengaruhi dinamika perdagangan antar negara. Sebagai tanggapan, investor global mulai mencari perlindungan di aset-aset aman seperti dolar AS, yang membuat indeks dolar AS (DXY) turun tipis 0,08% pada hari itu.
Menghadapi tekanan eksternal, pemerintah Indonesia meluncurkan serangkaian strategi guna menjaga stabilitas nilai rupiah. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menekankan pentingnya peningkatan kinerja perdagangan luar negeri sebagai salah satu solusi. Dengan mendorong ekspor dan menyederhanakan proses perizinan sesuai arahan presiden, pemerintah berusaha menciptakan lingkungan usaha yang lebih kondusif bagi pelaku ekonomi domestik maupun internasional.
Airlangga juga menegaskan bahwa meskipun pasar valuta asing cenderung fluktuatif, fundamental ekonomi Indonesia tetap kuat baik dalam jangka menengah maupun panjang. Pendekatan ini bertujuan untuk mengimbangi tekanan dari luar negeri, termasuk dampak dari kebijakan perdagangan AS. Upaya deregulasi dan percepatan proses impor-ekspor diharapkan dapat memperkuat daya saing produk-produk Indonesia di pasar global. Selain itu, pemerintah terus berkomitmen untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional melalui berbagai inisiatif yang mendukung pertumbuhan ekonomi jangka panjang.