Dalam beberapa bulan terakhir, industri perbankan di Indonesia menghadapi tantangan serius terkait likuiditas. Data menunjukkan bahwa rasio pinjaman terhadap simpanan (LDR) saat ini mencapai angka 89%, naik dari posisi sebelumnya yang berada di kisaran 86,91%. Ketua Umum Perbanas, Kartika Wirjoatmodjo, menjelaskan bahwa pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) dalam beberapa bulan belakangan telah tertekan, meskipun pertumbuhan kredit tetap berada di atas dua digit. Dengan kondisi ini, langkah strategis menjadi sangat penting untuk memastikan stabilitas sistem keuangan nasional.
Di tengah musim penghujung tahun, industri perbankan Indonesia tengah menghadapi tekanan signifikan terkait dengan penurunan tingkat likuiditas. Menurut data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pada akhir Desember 2024, rasio loan to deposit ratio (LDR) secara keseluruhan mencapai 89,05%, meningkat dibandingkan September 2024 yang masih berada di angka 86,91%. Angka ini mendekati batas maksimum LDR yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yaitu 92%, yang menandakan adanya potensi ancaman bagi stabilitas likuiditas bank-bank nasional.
Kartika Wirjoatmodjo, Ketua Umum Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas), menyampaikan bahwa situasi ini disebabkan oleh perlambatan pertumbuhan tabungan masyarakat atau dana pihak ketiga (DPK). Meskipun pertumbuhan kredit masih tumbuh di atas 10%, aliran dana dari nasabah perorangan mengalami penurunan yang cukup drastis. Sebaliknya, kontribusi DPK dari sektor korporasi tetap menunjukkan tren positif.
Dalam diskusi resmi dengan Komisi XI DPR RI pada Sabtu (15/3/2025), Tiko—sebutan akrab Kartika—menyatakan keyakinannya bahwa meski tantangan likuiditas ini harus segera diatasi, industri perbankan masih bisa mencapai pertumbuhan di level dua digit hingga tahun 2025, meskipun diproyeksikan lebih rendah, yakni berkisar antara 10% hingga 12%. Solusi kolaboratif antara Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), serta asosiasi perbankan diperlukan untuk menjaga stabilitas sistem perbankan secara keseluruhan.
Dari perspektif seorang jurnalis maupun pembaca, situasi ini memberikan pelajaran penting tentang pentingnya manajemen risiko likuiditas dalam industri perbankan. Selain itu, kondisi ini juga menegaskan urgensi upaya kolaborasi lintas lembaga guna memastikan bahwa ekonomi nasional tetap stabil di tengah berbagai tekanan global dan domestik. Dengan langkah-langkah yang tepat, diharapkan industri perbankan dapat kembali memperkuat fungsi intermediasinya tanpa mengorbankan stabilitas sistemik.