Dalam menghadapi ketidakstabilan pasar keuangan global yang dipicu oleh perang dagang antara Amerika Serikat dan mitra dagangnya, Bank Indonesia (BI) menerapkan pendekatan tiga dimensi untuk mempertahankan nilai tukar Rupiah. Melalui intervensi di pasar valuta asing, penggunaan instrumen DNDF, serta pembelian Surat Berharga Negara di pasar sekunder, BI berhasil menaikkan nilai Rupiah terhadap Dolar AS hingga mencapai Rp16.800 per Dolar pada perdagangan April 2025.
Pada bulan April 2025, dinamika ekonomi global dirasakan secara langsung oleh Rupiah. Eksekutif dari Bank DBS Indonesia, Ronny Setiawan, menjelaskan bahwa kebijakan tarif impor AS menjadi salah satu faktor utama yang menekan nilai mata uang negara berkembang seperti Indonesia. Namun, kabar baik datang dengan penundaan penerapan tarif selama 90 hari oleh pemerintah AS, memberikan ruang bernapas bagi Rupiah. Upaya intervensi oleh Bank Indonesia dilakukan melalui berbagai saluran: perdagangan spot di pasar valas, penggunaan instrumen Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), serta pembelian obligasi pemerintah di pasar sekunder. Hasilnya, Rupiah berhasil memperbaiki posisinya secara signifikan dalam waktu singkat.
Berita ini membawa pesan penting bagi para pelaku pasar. Meskipun tekanan global tidak dapat sepenuhnya dihindari, tindakan proaktif dari bank sentral dapat menjadi pelindung efektif bagi stabilitas moneter nasional. Kebijakan yang tepat waktu dan strategis sangat diperlukan agar negara tetap kompetitif di tengah turbulensi ekonomi dunia.