Situasi ekonomi masyarakat Indonesia mengalami penurunan signifikan pada awal tahun ini. Indikator awal ini menunjukkan bahwa konsumsi rumah tangga kemungkinan besar akan tetap lemah sepanjang kuartal pertama tahun 2025. Para ahli ekonomi telah mencatat adanya berbagai tanda yang mengindikasikan pelemahan daya beli ini, terutama melalui data belanja dari bank-bank besar nasional.
Melalui berbagai indeks belanja yang dipantau oleh bank-bank seperti Mandiri dan BCA, Staf Ahli Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Raden Pardede menjelaskan bahwa situasi ini merupakan peringatan dini atas kondisi ekonomi yang sedang berlangsung. Salah satu faktor penyebab utamanya adalah hilangnya dorongan musiman yang biasanya mendukung konsumsi masyarakat. Contohnya, tahun lalu, aktivitas politik seperti pemilu memberikan dorongan signifikan pada pengeluaran rumah tangga.
Ketersediaan lapangan kerja formal yang masih terbatas juga menjadi masalah serius. Ini menyebabkan upah yang diterima oleh pekerja umumnya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Studi terbaru menunjukkan bahwa banyak pekerjaan baru berasal dari sektor informal, yang cenderung membayar lebih rendah. Akibatnya, jumlah kelas menengah di Indonesia mengalami penurunan drastis, dari 57,33 juta orang pada tahun 2019 menjadi hanya 47,85 juta orang pada tahun 2024. Situasi ini tentunya menjadi tantangan besar bagi pemerintah untuk meningkatkan daya beli masyarakat dan memperluas kelas menengah, yang penting bagi pertumbuhan ekonomi.
Peningkatan jumlah kelas menengah sangat dibutuhkan karena hal ini akan mendorong konsumsi barang dan jasa, termasuk pembelian mobil dan rumah, serta ekspansi perusahaan dengan penciptaan lapangan kerja baru yang lebih baik. Oleh karena itu, langkah-langkah nyata harus segera diambil untuk mengatasi masalah ini dan memastikan masa depan ekonomi Indonesia yang lebih cerah.