Pertumbuhan teknologi telah mempermudah akses masyarakat terhadap berbagai jenis pendanaan. Solusi seperti kartu kredit, layanan pembayaran nanti (paylater), dan pinjaman online (pinjol) kini dapat diakses melalui ponsel pintar. Meski serupa dalam memberikan fasilitas pinjaman, ketiga opsi ini memiliki karakteristik yang berbeda. Paylater dan kartu kredit menawarkan batas penggunaan dengan sistem pembayaran yang beragam, sementara pinjol berfungsi sebagai lembaga jasa keuangan yang menyediakan dana tunai.
Layanan paylater dan kartu kredit sama-sama membantu konsumen melakukan transaksi dengan penundaan pembayaran. Namun, perbedaan utama terletak pada implementasi teknologi dan proses persyaratan. Paylater mengadopsi sistem digital sepenuhnya, sedangkan kartu kredit masih memerlukan kartu fisik. Proses pengajuan paylater lebih mudah dan cepat karena dilakukan secara online, tanpa survei atau BI checking yang rumit.
Paylater dirancang untuk digunakan secara digital dan biasanya terbatas pada platform e-commerce, sedangkan kartu kredit memiliki cakupan penggunaan yang lebih luas, baik offline maupun online. Limit awal paylater umumnya lebih rendah dibandingkan kartu kredit, namun akan meningkat seiring dengan disiplin pengguna dalam pembayaran. Fungsi utama kedua layanan ini adalah sebagai alat pembayaran belanja, bukan sebagai sumber dana tunai.
Layanan paylater dan pinjaman online (pinjol) sering kali dikaitkan karena keduanya merupakan aplikasi digital. Namun, paylater hanya berfungsi sebagai fitur pembayaran, bukan sebagai lembaga jasa keuangan. Paylater memudahkan masyarakat membeli produk atau jasa dengan penundaan pembayaran, sementara pinjol menyalurkan dana tunai kepada masyarakat dari pemberi pinjaman yang berinvestasi di platform tersebut.
Pinjol bisa digunakan untuk tujuan konsumtif dan produktif, sementara paylater umumnya hanya untuk keperluan konsumtif. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai bahwa paylater lebih aman karena sering ditawarkan oleh platform e-commerce besar yang memiliki standar keamanan tinggi. Sebaliknya, masih banyak pinjol yang belum mendapatkan izin resmi di Indonesia, sehingga potensi risiko keamanannya lebih besar.