Pasar saham di Indonesia mengalami penurunan signifikan akibat kebijakan proteksionisme ekonomi yang diterapkan oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Dalam sebulan, kapitalisasi pasar merosot hampir Rp 1.3 triliun, dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok lebih dari 3%. Kebijakan tarif baru terhadap Meksiko dan Kanada yang akan berlaku pada awal bulan Maret menambah ketidakpastian di pasar global.
Di tengah gugupnya suasana ekonomi global, pasar saham Indonesia mengalami goncangan yang cukup serius. Pada pertengahan Februari 2025, data resmi Bursa Efek Indonesia mencatat bahwa kapitalisasi pasar menyusut dari Rp 12.159 triliun menjadi Rp 10.880 triliun. Penurunan ini setara dengan kerugian sebesar Rp 1.279 triliun hanya dalam sebulan.
Selama periode tersebut, IHSG juga turun drastis dari level 7.030 menjadi 6.250, atau lebih rendah dari posisi tiga tahun lalu. Penurunan terparah dalam satu hari terjadi pada Jumat, 28 Februari 2025, ketika IHSG ambruk 3,31% ke posisi 6.270,60. Ini merupakan penurunan paling signifikan sejak Agustus 2024.
Keputusan Trump untuk menerapkan tarif baru sebesar 25% terhadap Meksiko dan Kanada, serta tambahan 10% untuk China, memperkuat sikap proteksionisme ekonomi pemerintahannya. Tarif ini rencananya akan berlaku mulai 4 Maret 2025, yang bertepatan dengan pekan pertama Ramadhan. Keputusan ini telah memicu kekhawatiran investor dan menambah ketidakpastian di pasar global.
Dalam unggahan media sosialnya pada Kamis, 27 Februari 2025, Trump menyatakan bahwa perdagangan narkotika ilegal dari kedua negara tetangga masih tinggi dan tidak dapat diterima. Dia menegaskan bahwa tarif tersebut akan tetap berlaku hingga masalah ini diselesaikan.
Sebagai dampak langsung, pasar finansial di Indonesia dan global mengalami volatilitas yang tinggi, mencerminkan ketidakpastian ekonomi yang semakin besar.
Dari perspektif seorang jurnalis, situasi ini menunjukkan betapa pentingnya stabilitas kebijakan internasional bagi pasar modal. Ketidakpastian yang ditimbulkan oleh kebijakan proteksionisme dapat berdampak luas, tidak hanya pada ekonomi nasional tetapi juga pada pasar global secara keseluruhan. Investor perlu lebih waspada dan mempersiapkan diri menghadapi fluktuasi pasar yang bisa terjadi kapan saja.