Pada perkembangan terbaru di dunia pasar modal Indonesia, kebijakan pembelian kembali saham atau buyback oleh perusahaan emiten tanpa melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) menjadi sorotan. Langkah ini memungkinkan perusahaan untuk mengambil keputusan mandiri berdasarkan kondisi fundamental serta performa nilai saham mereka. Direktur Penilaian Perusahaan Bursa Efek Indonesia (BEI), I Gede Nyoman Yetna, menjelaskan bahwa proses buyback harus didasari analisis mendalam mengenai arus kas dan potensi manfaat bagi perusahaan. Sejauh ini, telah ada 21 emiten yang merencanakan buyback dengan anggaran dana mencapai Rp 14,97 triliun.
Dalam implementasi kebijakan buyback ini, BEI menyoroti pentingnya evaluasi cashflow sebagai salah satu faktor penentu kesuksesan transaksi. Menurut pihak bursa, perusahaan harus memastikan bahwa langkah buyback tidak akan mengganggu stabilitas operasional mereka. Hal ini sesuai dengan regulasi yang dikeluarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yakni POJK 13/2023 dan POJK 9/2023, yang memberikan pedoman rinci tentang syarat-syarat pelaksanaan buyback tanpa RUPS.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi, menyampaikan bahwa dari total 21 emiten yang berencana melakukan buyback, sebanyak 15 di antaranya telah merealisasikan rencana tersebut dengan nilai transaksi mencapai Rp 430 miliar. Meski demikian, ruang lingkup untuk buyback masih sangat besar, mengingat volatilitas pasar yang dapat dimanfaatkan secara optimal.
Di sisi lain, para emiten juga diimbau untuk mempertimbangkan dampak jangka panjang dari buyback terhadap citra perusahaan di mata investor. Kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan keyakinan pasar dan menjaga stabilitas harga saham dalam jangka waktu tertentu.
Selaras dengan tujuan utama buyback, yaitu untuk meningkatkan nilai perusahaan dan menstabilkan harga saham, langkah ini juga menunjukkan komitmen emiten terhadap pengelolaan aset secara efisien. Dengan memperhatikan aspek fundamental dan cashflow, perusahaan dapat membuat keputusan yang lebih strategis dalam menghadapi dinamika pasar modal. Selain itu, regulasi yang diterapkan oleh OJK memberikan kerangka hukum yang kuat untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam setiap proses buyback yang dilakukan.
Bergerak maju, kebijakan buyback tanpa RUPS diprediksi akan terus berkembang seiring dengan semakin banyaknya emiten yang memanfaatkan mekanisme ini sebagai alat pengelolaan modal. Dengan pendekatan yang cermat dan berbasis data, langkah ini diharapkan dapat membawa manfaat positif bagi semua pemangku kepentingan di pasar modal Indonesia.