Pengelola Bursa Efek Indonesia (BEI) telah mengambil serangkaian langkah strategis guna menahan penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang dipicu oleh kebijakan Donald Trump. Strategi ini mencakup berbagai inovasi dan pengawasan ketat, seperti memungkinkan buyback saham tanpa Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), menyesuaikan batas auto reject bawah (ARB), serta menerapkan trading halt jika diperlukan. Selain itu, rencana jangka panjang juga dikembangkan untuk meningkatkan infrastruktur perdagangan dan likuiditas pasar.
Di samping itu, BEI terus berusaha mendukung produk-produk baru seperti structured waran, ETF, serta mendorong Initial Public Offering (IPO) berkualitas dengan kapitalisasi pasar di atas Rp 3 triliun. Semua langkah ini bertujuan untuk memberikan rasa percaya kepada para investor dan menjaga stabilitas pasar modal nasional dalam jangka waktu yang lebih lama.
Dalam rangka merespons tekanan eksternal dari kebijakan Donald Trump, BEI telah meluncurkan beberapa langkah darurat untuk menjaga stabilitas IHSG. Langkah-langkah tersebut mencakup fleksibilitas pembelian kembali saham atau buyback tanpa harus melalui RUPS, penyesuaian mekanisme auto reject bawah (ARB), dan kemungkinan pemberhentian sementara perdagangan atau trading halt. Tujuannya adalah untuk menghindari gejolak signifikan di pasar saham.
Berdasarkan pernyataan Direktur Utama BEI, Iman Rachman, langkah pengawasan secara intensif tetap menjadi prioritas utama. Pengawasan ini tidak hanya dilakukan oleh BEI, tetapi juga melibatkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan lembaga-lembaga lainnya untuk memastikan transparansi dan integritas pasar. Komunikasi lintas lembaga diharapkan dapat memberikan keyakinan tambahan kepada para investor sehingga mereka tetap optimistis terhadap kondisi pasar meskipun ada tekanan eksternal.
Selain fokus pada solusi jangka pendek, BEI juga telah merancang strategi jangka panjang untuk memperkuat daya tarik pasar modal Indonesia. Salah satu langkah penting adalah pengembangan produk-produk inovatif seperti structured waran dan Exchange-Traded Fund (ETF). Infrastruktur teknologi informasi (TI) juga akan ditingkatkan agar mampu menopang volume perdagangan hingga tiga kali lipat dibanding saat ini.
Kemitraan erat antara BEI dan OJK sedang digodok untuk mempermudah prosedur domisili dan kode broker, yang diharapkan bisa selesai dalam waktu dekat. Selain itu, BEI berupaya mendorong lebih banyak IPO berkualitas dengan kapitalisasi pasar minimal Rp 3 triliun. Ini bertujuan untuk memberikan alternatif investasi yang lebih luas bagi para investor. Dengan demikian, pasar modal Indonesia diharapkan semakin kompetitif dan mampu menarik minat global.