Pada perdagangan Rabu (16/4/2025), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka dengan penguatan tipis sebesar 9 poin atau 0,14% ke level 6.450,83. Meskipun demikian, setelah lima menit perdagangan, kenaikan ini sedikit berkurang menjadi hanya 0,01%. Secara keseluruhan, pasar saham Asia-Pasifik juga mengalami penurunan karena sentimen negatif dari Wall Street yang melorot akibat ketidakpastian terkait tarif dagang dan laporan pendapatan perusahaan kuartalan.
Pada pagi hari tersebut, total nilai transaksi mencapai Rp 642,52 miliar dengan volume saham yang diperdagangkan mencapai 997,28 juta unit dalam lebih dari 76 ribu kali transaksi. Dari jumlah saham yang diperdagangkan, sebanyak 211 saham menguat, sementara 122 saham lainnya melemah, dan sisanya stagnan.
Dalam konteks regional, pasar saham Asia-Pasifik mengalami pelemahan signifikan. Nikkei 225 Jepang stabil tanpa perubahan besar, tetapi Kospi Korea Selatan turun sekitar 0,2%, serta indeks saham berkapitalisasi kecil, Kosdaq, juga melemah 0,18%. Sementara itu, Indeks S&P/ASX 200 Australia juga merosot sebesar 0,08%, dan Hang Seng Hong Kong berada di posisi 21.455, sedikit melemah dibandingkan dengan penutupan sebelumnya di angka 21.466,27.
Sentimen negatif berasal dari Wall Street, di mana Dow Jones Industrial Average turun sebesar 0,38%, S&P 500 melemah 0,17%, dan Nasdaq Composite anjlok 0,05%. Para investor global kini memfokuskan perhatian pada rilis data PDB China untuk kuartal pertama, yang diperkirakan akan menunjukkan ekspansi 5,1% secara tahunan.
Dari sisi Amerika Serikat, para pelaku pasar menantikan rilis laporan penjualan ritel utama dan hasil pendapatan kuartal pertama beberapa perusahaan besar. Hal ini membuat saham berjangka AS juga mengalami tekanan, dengan penurunan antara 0,3% hingga 1,1%.
Di tengah ketidakpastian ini, para analis memperingatkan bahwa fluktuasi pasar dapat terus berlanjut jika tidak ada kejelasan soal tarif dagang dan prospek ekonomi global.
Dari perspektif seorang jurnalis, situasi ini memberikan gambaran bagaimana pasar saham dunia saling terhubung satu sama lain. Kondisi ekonomi global yang tidak menentu bisa memicu volatilitas pasar, sehingga penting bagi investor untuk selalu waspada dan mempertimbangkan risiko jangka panjang dalam pengambilan keputusan investasi mereka. Lebih lanjut, ini juga menunjukkan betapa sensitifnya pasar terhadap informasi fundamental seperti laporan pendapatan perusahaan dan data ekonomi makro.