Pengembangan industri farmasi halal di Indonesia menghadapi berbagai rintangan yang signifikan. Salah satu isu utama adalah ketergantungan pada bahan baku impor, seperti yang dialami selama pandemi global beberapa waktu lalu. Saat itu, Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono harus mengambil tindakan ekstrem dengan menggunakan pesawat komersial untuk mendatangkan bahan aktif obat dari India. Kejadian ini menunjukkan betapa pentingnya stabilitas pasokan dalam rantai produksi obat-obatan. Selain itu, persyaratan sertifikasi halal menambah kompleksitas proses karena semua elemen, mulai dari bahan mentah hingga fasilitas manufaktur, harus memenuhi standar tertentu.
Upaya untuk menjaga kehalalan produk tidak hanya terbatas pada fase akhir produksi. Institusi pemerintah, seperti BPOM, telah menetapkan pedoman ketat yang mencakup aspek-aspek keseluruhan dalam pembuatan obat. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2024 menjadi landasan hukum yang mendorong transparansi informasi tentang bahan dan asal-usul produk. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa konsumen mendapatkan produk yang benar-benar sesuai dengan prinsip-prinsip agama sekaligus mempertahankan standar kualitas internasional. Dengan demikian, sertifikasi halal bukan sekadar formalitas tetapi juga jaminan atas keamanan dan kebaikan produk bagi masyarakat luas.
Potensi Indonesia sebagai pemimpin global dalam industri farmasi halal sangat besar. Negara ini telah sukses mengekspor vaksin ke lebih dari 150 negara, termasuk mayoritas anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI). Fakta ini membuktikan bahwa Indonesia memiliki daya saing di kancah internasional. Oleh karena itu, langkah strategis untuk meningkatkan keyakinan publik terhadap produk-produk farmasi lokal menjadi prioritas utama. Dengan menerapkan standar tinggi serta inovasi teknologi, Indonesia dapat memperkuat posisinya sebagai pelopor industri farmasi halal dunia, sekaligus memberikan kontribusi positif bagi kesejahteraan umat manusia secara keseluruhan.