Pergerakan indeks dolar (DXY) yang melemah menjadi salah satu penyebab utama penguatan rupiah. Data PMI Manufaktur AS yang turun ke level 50,3 pada Februari dari sebelumnya 50,9 di Januari menunjukkan perlambatan ekonomi AS. Ini mempengaruhi sentimen pasar global, termasuk Indonesia. Sentimen risk-on juga muncul akibat ekspektasi pemotongan suku bunga The Fed yang lebih lebar, naik dari 50 basis poin menjadi 75 basis poin.
Laporan dari Atlanta Fed yang memperkirakan kontraksi PDB ekonomi AS pada kuartal I-2025 semakin memperkuat ekspektasi resesi di AS. Hal ini membuat investor mencari aset yang lebih aman, termasuk mata uang emerging market seperti rupiah. Namun, ketidakpastian terkait perang dagang masih menjadi tekanan utama bagi pergerakan nilai tukar rupiah.
Secara internal, tekanan inflasi yang rendah memberikan sedikit dukungan terhadap penguatan rupiah. Namun, faktor utama lainnya adalah aliran modal asing yang masuk ke dalam negeri. Perbaikan rating yang disampaikan JP Morgan untuk beberapa emiten di pasar saham Indonesia telah meningkatkan minat investor asing. Pelemahan imbal hasil (yield) obligasi AS juga turut mendukung penguatan rupiah.
Selain itu, optimisme terkait potensi perdamaian Ukraina melemahkan dolar terhadap euro, sehingga memberikan ruang bagi rupiah untuk menguat. Meskipun begitu, ekonom Bank Danamon Hosianna Evalita Situmorang menekankan bahwa rupiah masih akan bergerak volatile. Kurs rupiah diperkirakan akan berada di kisaran Rp 16.430 hingga Rp 16.500 dalam jangka pendek.
Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual memperkirakan bahwa dalam jangka pendek, kurs rupiah akan bergerak di kisaran Rp 16.300 hingga Rp 16.600 per dolar AS. Faktor pendorong penguatan dari sisi internal hanya sebatas tekanan inflasi yang rendah. Namun, faktor eksternal tetap menjadi penentu utama.
Ketidakpastian terkait perang dagang perlu sangat diantisipasi karena masih menjadi tekanan utama dalam pergerakan nilai tukar rupiah ke depannya. Meski ada katalis untuk penguatan rupiah dalam jangka pendek, keberlanjutan tren ini belum pasti. Para ekonom setuju bahwa penguatan rupiah saat ini bersifat temporer dan dipengaruhi oleh berbagai faktor eksternal dan internal.