Keadaan ekonomi global berpengaruh signifikan terhadap nilai mata uang nasional. Mata uang rupiah mengalami penurunan nilai pada perdagangan awal minggu ini, seiring dengan kehati-hatian investor yang menunggu data pertumbuhan ekonomi China serta ketegangan akibat kebijakan tarif dari pemerintah Amerika Serikat. Berdasarkan informasi dari sumber pasar keuangan, kurs rupiah diperdagangkan di angka Rp16.825 per dolar AS, menunjukkan pelemahan sebesar 0,09% dibandingkan hari sebelumnya.
Data ekonomi dari negara tetangga, China, menjadi faktor penting dalam menentukan arah pergerakan rupiah. Hari ini, China merilis laporan Produk Domestik Bruto (PDB) untuk kuartal pertama tahun 2025. Para analis memperkirakan perlambatan ekonomi China, dengan proyeksi pertumbuhan PDB sebesar 5,1%, lebih rendah dibandingkan periode Oktober hingga Desember sebelumnya. Kebijakan proteksionisme dari Amerika Serikat, yang meningkatkan tarif impor atas barang-barang China, menjadi salah satu penyebab utama melambatnya aktivitas ekonomi negara tersebut. Perlambatan ini juga dapat berdampak pada mitra dagang utama China, termasuk Indonesia, melalui pengurangan volume ekspor dan potensi tekanan tambahan terhadap nilai tukar rupiah.
Kondisi ini menggarisbawahi pentingnya stabilitas ekonomi global bagi perkembangan perekonomian domestik. Pelemahan nilai rupiah dan ketidakpastian ekonomi internasional harus diantisipasi dengan langkah-langkah strategis oleh pemerintah dan bank sentral. Selain itu, perlambatan ekonomi China dapat memberikan peluang bagi Indonesia untuk diversifikasi pasar ekspor guna mengurangi ketergantungan pada mitra dagang tunggal. Dengan demikian, Indonesia dapat memperkuat ketahanan ekonominya di tengah fluktuasi global yang semakin dinamis.